“Maaf yah ki”
suara cewek di ujung perpustakaan itu terdengar di telingaku. Karna penasaran,
aku langsung datang mendekati tempat suara itu berasal.
Kiki sama Dinda ? kayaknya mereka lagi ngomongin
hal yang serius.
Sekarang aku
tau ternyata suara itu berasal dari mulut dinda. Sekitar 8 bulan, mereka berdua
udah pacaran. Padahal sejak kenal dan tinggal dikelas yang sama dengan Kiki,
huah….. aku suka sama dia. Tapi karna dia udah punya pacar, yah, mau gimana
lagi. Terpaksa aku pendem sendiri perasaan ini.
“kenapa” Kiki
memandang mata Dinda
“aku rasa,
sekarang….. udah waktunya emmm… kita put….” jawab dinda dengan ragu-ragu
“putus?” Kiki
langsung memotong ucapan Dinda. “apa sebabnya?” Kiki meneruskan ucapannya.
“maaf” Dinda
menundukan kepalanya. Dan nggak pake lama dia langsung lari keluar.
Oh my god ! putus? Aku nggak lagi mimpikan?
Akhirnya mereka putus ! hati ku saat ini nggak bisa dikendalikan sama
sekali. Seneng memang, tapi kalo liat muka Kiki yang sedih + kecewa+ marah, aku
malah ikut kasian liat hubungan mereka yang putus gitu aja.
“Kinar” Kiki
memanggilku.
Ohh.. ya
ampun kenapa dia harus liat aku? “eh… Ki, mmm….. hallo?” mati deh ! pasti dia
tau kalo dari tadi aku ngupingin mereka.
Kiki
tersenyum kearahku, dan tanpa kata-kata apapun dia langsung pergi. Aku hanya
bisa melihat punggungnya sampai hilang dibalik pintu.
*1*
Kinar merrysi nutfah, itu nama lengkapku.
Sekarang aku siswa kelas 2 di salah satu SMA swasta di bandung. Di rumah aku hanya tinggal dengan ayahku, karna satu
minggu setelah kelahiranku, ibu meninggal. Slama ini teman terbaikku adalah
Kevin, dia adalah sahabat, sekaligus kakak untukku. Karna ayah dan ibu kawin
lari, nggak ada satupun kerabat yang bisa ku kunjungi, sampai sekarang aku
nggak pernah tau siapa paman-bibi ku, dan kakek-nenek ku karna ayah nggak perna
ngasih tau aku. Keluargaku hanya ayah, tante Lid (ibu Kevin) dan pak danu (ayah
Kevin) yang selama ini jadi sehabat ayahku.
Malam ini aku lagi nunggu Kevin didepan
teras, tadi aku menyuruhnya untuk datang kerumah. Rumahnya tepat barada di
depan rumahku, jadi nggak nyampe 1 menit, dia udah dateng kerumah.
“ada apa?” Kevin membuka pagar rumahku.
“ada PR yang sulit, bantu aku
mengerjakannya yah” pintaku sambil menariknya masuk kedalam rumah
Sekarang kita
duduk diruang tamu. Sebenernya, memang bukan masalah PR. Aku nyuruh dia datang
karna pengen curhat tentang Kiki. Yah, sifatku ini memang sangat terbuka. Aku
bisa curhat pada siapapun, jadi terkadang banyak kejadian salah faham antara
aku dengan teman-temanku disekolah. Bisa dibilang, mulutku ini perlu ditambal
[ha…ha..ha..].
Kevin melihat
semua PR-ku, dia memang sering membantuku mengerjakan tugas, umurnya 3 tahun
lebih tua dariku.
“cepat
katakan !” kata Kevin sambil menutup buku-buku yang tadi dilihatnya
“apa?”
tanyaku
“kamu nyuruh
aku dateng, bukan buat bantuin ngerjain PR kan?”
“be…bener
kok, PR-nya susah makanya aku nyuruh kamu dateng” basa-basi dikit nggak apa-apa
kan?
“aku udah
sering ngejelasin tentang rumus ini, dan aku tau sekarang kamu udah ngerti. Cepat
katakan, ada apa?”
Apa boleh
buat, dia udah tau jadi aku langsung ngaku aja “Kiki, tad-“
“ahh,, cowok
yang fotonya ada di HP kamu dan kamu suka dia tapi dia udah punya pacar?”
“kebiasaan !
aku belum selesai ngomong pasti langsung dipotong”
“buakankah
itu kelebihanku?” ha…ha…. Akhirnya aku ikut tertawa
“yee…..
dasar” aku menghentikan tawaku “kiki putus sama pacarnya”
“benarkah?”
“iya? Tadi
aku nggak sengaja nguping mereka berdua bicara di perpus.”
“kamu nggak
berniat buat deketin dia kan?”
“aku niat”
“heh? Mana
boleh”
“inikan
keajaiban yang slama ini aku tunggu. Yah walaupun kedengerannya jahat, saat ini
aku emang bahagia diatas penderitaan mereka, terutama Kiki.”
“bodoh” Kevin
menyentil jidatku
“aaaa…..
sakit !” aku mengusapkan tanganku kejitat yang baru aja disentilnya.
“terus gimana? Aku nggak mungkin diem dan
nunggu mereka balikan lagi, kan?”
“nggak usah
ditungguin juga mereka pasti balikan lagi”
“kalo gitu
sebelum mereka balikan, aku mau jadi pacarnya dulu
“terserah,
lakuin apa aja yang bikin kamu bahagia” Kevin berdiri, dia langsung pergi dan
masuk ke rumahnya.
mmm.. Cuma itu yang bikin aku bahagia?
*2*
Pulang sekolah tadi, aku dan kedua
sahabatku disekolah mau ngerjain tugas kelompok dirumahku, mereka Irma, dan Dila.
Ini pertama kalinya mereka kerumahku. Karna semua tugas kelompok udah selesai,
sekarang waktunya kita santai. Sambil nonton TV, kita ngobrol-ngobrol tentang
pelajaran disekolah tadi. Tapi, tiba-tiba aja obrolan kita malah nyeleweng ke
sesi curhat tentang cowok. Irma udah punya pacar, bisa dibilang, sering
pacaran. Tapi aku sama Dila belum pernah pacaran.
“Nar, Kiki kan udah putus, coba deketin
aja” kata Irma
Slama ini
yang tau perasaan aku ke Kiki Cuma Irma, Dila, dan pastinya, Kevin.
“dia kan masih sakit hati sama Dinda” jawabku
“justru itu, kamu jadi penggantinya Dinda”
kata Irma.
“nih telpon dia” Dila menempelkan HP-nya
ke telingaku “udah nyambung”
“apa? Nggak ah apaan sih” aku menolak,
tapi Kiki keburu ngangkat telponnya.
“ada apa Dil” kata Kiki
“ehh… emm… aku Kinar” aku bener-bener
gugup, tapi mereka berdua malah sibuk ketawa.
“ohh, Kinar. Ada apa?”
“nggak ada apa-apa, mmmm… Cuma..Cuma..
eh kam-” aku bingung mo nanya apa
“kamu suka sama aku?”
Pertanyaan Kiki bener-bener aneh “apa?”
“langsung aja, kamu mau nggak pacaran
sama aku?”
“iya” jawabanku saat itu keluar gitu aja
padahal aku nggak tau apa maksudnya karna terlalu kaget.
“tapi aku nggak mau kamu sakit hati kaya
apa yang pernah aku rasain”
Apa maksudnya? Aku makin bingung dan
kaget aku nggak tau harus jawab apa. Tapi akhirnya, kita jadian dan menutup
telponnya. Dibalik sifatnya yang diem, ternyata dia cepet banget ngajakin aku
pacaran. Aku tau, dia nggak cinta sama aku. Tapi sekarang yang penting kita
jadian.
“apa katanya?” Tanya Dila sambil
mengambil HP-nya
“kita jadian” aku menjawabnya untuk
meyakinkanku.
“apa?” suara mereka yang kompak,
membuyarkan pikiranku saat itu.
Tapi,
tiba-tiba aja Kevin buka pintu dan masuk kedalam, Dila dan Irma melihat
kearahnya. Sampai sekarang, aku emang nggak pernah ngenalin mereka. Tapi
sekarang mereka berkenalan dan menyebutkan namanya masing-masing. Kita semua
mulai lupa sama Kiki yang udah jadi pacarku.
“apa itu?” tanyaku melihat kantung
plastik yang dibawa Kevin
“ice cream” dia langsung berjalan
kedapur
“wahh, cakep yah” kata Dila sambil
tersenyum memandangku
“kenapa? Kamu suka sama dia” kataku
“kamu kok nggak pernah ngenalin ke kita”
Tanya Irma
“kamu juga ikutan suka sama dia” aku
balik bertanya
“yah” Irma duduk dan menyenderkan
punggungnya ke kursi “karna aku udah punya ghio, cowok yang lebih aku sukai,
jadi dia buat kamu aja Dil?”
“kamu jangan suka sama dia ya Nar”
dilapun duduk “kamukan udah punya Kiki”
“Apaan sih?”
“kalian ngomongin aku” Kevin kembali
sambil membawa empat mangkuk kacil yang sudah terisi ice cream.
“eh… nggak kok” muka Dila merah, dan
terlihat malu.
“kalo iya juga nggak apa-apa” Kevin
memberinya ice cream itu dan tersenyum padanya.
Euhhh…
genit deh!
Kita
menghabiskan waktu gitu aja sembil makan ice cream, dan menonton TV, tapi Kevin
langsung pulang setelah ice creamnya habis, dia nggak ikut ngobrol dan nonton
TV sama kita. Nggak kerasa udah mau maghrib, pas banget Irma dan Dila pulang,
ayah pulang barengan sama om Danu.
*3*
Sekarang hari
minggu, jadi aku, ayah, tante Lid, om danu dan Kevin ngumpul bareng dirumahku.
Biasanya bakar daging sapi, kalo nggak ayam. Tapi sekarang karna lagi pengen
jagung bakar, akhirnya aku dan Kevin ngebakar jagung. Waktu lagi ngipasin
jagung-jagung yang dibakar, HP-ku bunyi, ternyata Kiki. Nggak pake lama aku
langsung angkat telpon itu.
“iya Ki?”
“lagi apa?”
“bakar
jagung. Kenapa?”
“nggak
apa-apa”
“kamu
sendiri?”
“mikirin
kamu”
Jelas banget kiki bohong. Ihh… pendiem apanya?
Dia kok gombal banget!
“bentar ya Ki, tar aku sms” aku
langsung menutup telponnya.
“Kiki?” Tanya
Kevin
“emm… iyah”
“tumben
nelpon, kalian udah deket?”
“sebenernya
kemarin aku jadian sama dia”
“apa” Kevin
terlihat kaget “ternyata kamu lebih bodoh dari yang aku bayangin”
“hey!
Meskipun gitu, harusnya kamu pura-pura seneng, dan ucapin slamat”
“nggak mau”
“ihh, tadi
aja dia telpon aku, itu artinya dia udah mulai lupain Dinda”
“kamu yakin cuma
dengan hal sekecil itu?”
“ya…ya…
maksud aku seenggaknya sekarang aku bisa deket sama dia”
“kamu cuma
perban yang nempel buat nutupin lukanya. Setelah lukanya sembuh, dia pasti
lepasin perban itu dan membuangnya, tapi Dinda adalah lukanya, meskipun sembuh
dan nggak berdarah lagi, luka yang parah akan selalu berbekas.”
“kamu bener”
aku diam menunduk “tapi yang penting aku bisa bantu dia menutupi lukanya”
Kevin tidak
mengatakan apapun. Aku dan Kevin meneruskan pekerjaan kami, membakar jagung.
Akhirnya jagung-jagung dan makanan lainnya siap dimakan. Ayah, tante Lid dan om
Danu, mereka semua tertawa dan banyak bercerita. Tapi aku dan Kevin, sejak tadi
terus terdiam. Sesekali kita saling bertatapan, tapi aku langsung menundukan
pandanganku. Perkataannya memang benar, aku hanya sementara buat Kiki, tapi aku
suka melakukannya, meskipun nggak tau apa yang akan terjadi nantinya.
Ayah dan
orang tua Kevin masih dirumahku, tapi Kevin mengajakku berjalan-jalan disekitar
rumah.
“maaf, aku
nggak bermaksud buat ikut campur sama urusan kamu” Kevin memulai pembicaraan
kita.
“itu karna
kamu terlalu peduli”
“terus kamu
tau dong apa maksud aku”
“kamu mau aku
putus sama Kiki?”
“bodoh… aku
kira kamu ngerti”
“emang apa
harusnya”
“sudahlha,
lupakan” Kevin merangkul bahuku “ayo pulang”
*4*
Hari pertama
aku ketemu sama dia sebagai pacarku, adalah hari senin. Hari ini gossip udah
nyebar, hampir semuanya tau kecuali guru-guru. Aku ngerasa malu sama Dinda,
karna macarin bekas pacarnya. Tapi sekarang juga Dinda udah pacaran lagi sama
adik kelas, brondong. [ha...ha…]
Walaupun saat
ini umur kita masih kecil untuk pacaran, tapi semua yang kita hadapi sekarang
hanya tentang cinta dan masa depan. Kita hanya anak remaja yang lagi sibuk
mengungkap diri kita sebenarnya, dan mencoba untuk mulai mengenal cinta.
Hari-hari
jadi pacarnya Kiki terus berlalu, sekarang udah hari kamis, sekitar 5 hari aku
udah jadi pacarnya. Baru 5 hari, memang. Tapi sakit hati yang aku rasain lebih
dari 5 kali. Semakin hari, dia makin nunjukin kalo dia nggak bisa lupain Dinda,
tapi apa yang harus aku lakuin? Aku nggak bisa mutusin dia, karna aku pikir aku
makin suka sama dia.
Aku
bener-bener berubah jadi orang yang konyol. Setiap kali marasa sedih karnanya,
aku tidak bisa melakukan apapun. Bahkan, aku jarang sarapan dan satu hari hanya
menghabiskan beberapa sendok nasi. Tapi setidaknya, aku masih bisa mengerjakan
tugas sekolahku dengan baik. Minggu ini memang lagi numpuk-numpuknya tugas
makalah, dan waktu mengerjakan tugas-tugas itu aku berhenti mikirin Kiki.
Hari ini
hujan deras, jadi aku nggak bisa pulang sebelum hujannya reda. Sambil nunggu
hujan reda, aku dateng kekelas Kiki. Entah apa yang membuatku berani untuk
dateng ke kelasnya, tapi kakiku melangkah sesuai hatiku.
“aku mau kamu
jujur” aku dan Kiki memulai pembicaraan.
“apa?”
“kamu masih
suka sama Dinda,kan?”
“iya”
What? Dia jawab pertanyaan itu tanpa rasa
bersalah dikitpun?
“terus...
kenapa macarin aku?”
“emang nggak
boleh yah?”
Keterlaluan ! dia lebih menyebalkan dari apapun.
“yaiyalah, kamu
tuh jadiin aku pelampiasan”
“oh….”
Ohh? Cuma oh…? Wah dia bener-bener rese !
“yaudah, ayo
pulang ! mumpung hujannya udah mulai reda”
Akhirnya aku
ngebiarin dia buat nggak maksain perasaannya dulu, asalkan dia belajar buat
lupain Dinda. Meskipun hatiku udah disayat tipis-tipis saking tipisnya sampe
nggak bisa diliat, aku nggak bisa ngambek. Sekarang aku pasti jadi pacar paling
pengertian dibumi ini. Kita nggak putus, meskipun aku tau Kiki nggak suka sama aku.
Karna aku nggak mau putus. Bodohnya aku!
Hujannya
emang mulai reda, tapi hujan dihatiku masih deras banget, aku cuma bisa
nyembunyiin semuanya dibalik senyuman. Aku berjalan, mungkin sepuluh langkah
lebih depan darinya, karna saat itu dia pulang sama teman-temanya. Dan aku juga
nggak sendirian, Irma udah pulang dijempun Ghio, pacarnya jadi aku pulang
bareng Dila.
Yah, aku
terus berjalan dengan pelan biar bisa bareng sama dia. Sementara hujan kembali
deras dan makin deras, aku yang udah basah dari ujung rambut ke ujung sepatu,
malah dicuekin gitu aja. Tanpa kata apapun dia dan teman-temannya itu langsung
berlindung dibawah atap toko.
“ayo naik
angkot aja” kataku sambil langsung naik kedalam angkot yang udah ngetem dari tadi.
Dila ngikutin
aku masuk ke dalam angkot. Dila nggak ngomong apapun, mungkin dia tau apapun
yang dia omongin cuma bikin aku kesel. Beberapa menit kemudian aku sampai, tapi
Dila masih harus naik angkot karna, rumahnya lebih jauh dari rumahku. Meskipun udah
nyampe, aku masih harus jalan kaki. Aku sengaja membiarkan tubuhku basah
sebasah-basahnya dibawah hujan. aku terus berjalan, sampai akhirnya, lima
langkah lagi, nyampe rumah, tapi tiba-tiba aja Kevin menarik tanganku dan
memeluku.
“dasar bodoh”
Kevin masih memeluku.
“aku sedih.
Seharusnya kamu ngehibur aku”
“aku lagi
ngehibur kamu”
“apa?
maksudmu dengan memeluku?”
“hanya ini
yang membuatmu nyaman sekarang”
Saat hujan
nggak ada siapapun yang keluar, hanya ada aku dan Kevin dijalan yang sepi dan
di bawah tetesan air. Benar, aku merasa nyaman. Ini lebih dari cukup untuk
menghiburku. Waktuku seperti membeku, aku berhenti memikirkan Kiki dan semua
sakit hati yang dia sebabkan.
Sekarang
semuanya gelap, tak ada cahaya yang bisa kulihat. Hanya ada warna hitam. Tapi
sedikit demi sedikit, aku mulai melihat cahaya.
“kinar, kamu
udah ngerasa baikan?” aku yakin suara itu, suara tante Lid.
Aku belum
sadar sepenuhnya, tapi beberapa detik kemudian, di depan mataku akhirnya aku
melihat tante Lid. Aku mulai memperhatikan tempatku terbaring. Ternyata kamarku. Tapi, kenapa tiba-tiba
dikamar?
“syukurlha,
kamu udah sadar” kata tante Lid
“berapa berat
badan mu itu?” Kevin tiba-tiba aja muncul dan dia membawa semangkuk bubur
hangat “kamu lebih berat dari kelihatannya”
“apa maksudmu?”
aku memutar otakku untuk mengingat apa saja yang terjadi
Kevin
meletakan bubur itu di atas meja “cepat habiskan”
“yang baik
dong nawarinnya” tante Lid mengambil mangkuk itu dan dia menyuapkan sesendok
bubur kemulutku. “tante suapin yah”
Setelah buburnya
habis, aku tidur lagi. Tante Lid udah pulang, katanya dia mau nyiapin masakan
buat om danu.
Aku memang
tertidur saat ini. Tapi aku bisa ngerasain kalo ada orang yang me-lap wajahku
dengan handuk hangat. Aku kira ayah, tapi ternyata waktu ngebuka mata, yang ada
cuma Kevin.
“kenapa masih
disini?” suaraku lemas.
“mau minum?”
“emm…” aku
tersenyum dan mengangguk.
“aku udah
mutusin hubungan kamu sama Kiki” Kevin memberiku segelas air putih.
“dari mana
kamu tau semuanya?“
“Dila
menelpon dan memberi tau semuanya”
“hah? Dari
mana dia tau nom-?”
“jangan
pernah menyukainya, walaupun hanya sedetik”
“kenapa?”
“kamu bahagia
dijadiin perbannya?”
“awalnya aku
kira meskipun jadi perbannya, aku bisa bahagia asalkan dia didekatku.”
“ kau masih
terlalu kecil untuk memikirkan cinta” Kevin meletakan tangannya di atas
kepalaku dan mengelusnya perlahan-lahan.
“aku tau”
jawabku singkat
“kamu masih
anak SMA sedangkan aku sudah kuliah, tapi apa kamu pernah melihatku lemah karna
hal ini?” kevin mengangkat kembali tangannya
“itu karna
kamu terlalu dingin, makanya kamu nggak pernah mencintai ataupun… dicintai”
“jadi
menurutmu begitu?” Kevin berjalan keluar dari kamarku “kamu salah. aku sempat pacaran…”
Di dekat pintu dia menghentikan langkahnya “tapi, mulai sekarang aku nggak akan
mempedulikan hal yang nggak penting”
Dia keluar
dan menutup pintu kamarku. Pikiranku saat ini terus berputar-putar tentang
maksud perkataannya. pasti cinta
pertamanya bikin dia sakit hati, makanya dia nggak pernah peduli tentang hal
itu lagi. Hati ku terus menebak apa yang pernah terjadi padanya. Kadang dia
menjadi sangat humoris dan selalu tersenyum, tapi dia bisa berubah menjadi
orang yang nggak banyak bicara dan selalu membuatku penasaran.
*5*
Meskipun udah
putus, tetep aja nggak semudah itu lupain dia. “jangan pernah menyukainya, walaupun hanya sedetik” . kata-kata
kevin kemarin masih terdengar jelas di telingaku ini. Yah, dia benar, aku nggak
boleh menyukainya. Mana mungkin aku terus suka sama cowok yang udah ngerendahin
aku tanpa rasa bersalah sedikipun.
Tiba-tiba aja
Irma datang dan membuyarkan pikiranku “kenapa Nar” dia duduk di sebelahku.
“Kayaknya terlihat jelas ya, kalo aku lagi
benet-bener BT”
“ada apa?”
“aku putus
sama Kiki”
“laki-laki
kan bukan dia aja”
“emmm…. Yah”
aku mengangguk dan tersenyum.
Pulang
sekolah, Albar cowok yang sekelas juga denganku datang menghampiriku dan dia
bertanya tentang nomor ponselku. Selama ini, aku memang nggak terlalu deket
sama cowok-cowok yang ada dikelas ku ini. Akhirnya aku sama Albar tukeran nomor
ponsel.
Sejak hari
itu kita jadi lumayan dekat, karna sering telpon-an atau sms-an. Sekarang aku
berdiri dihadapan cewek berambut panjang ini.
“ini novita,
pacar aku” kata Albar.
“hallo? Aku Kinar”
aku mengulurkan tanganku, dan kita saling berjabat tangan untuk salam
perkenalan.
“kamu
temennya Albar?” cewek itu tersenyum kepadaku.
“yah,
baru-baru ini sih?” jawabku singkat.
“kalian
ngobrol aja, aku beli minuman dulu” kata Albar.
Kita berdua
mengangguk dan mulai ngobrol lagi.
“kamu ketemu
Albar dimana? Kita kan nggak satu sekolahan, aku baru tau kalo ternyata dia
punya pacar”
“secara
kebetulan sih. Dari kecil kita temenan, sampai umur 7 tahun. Sejak itu aku
pindah dan nggak ketemu dia lagi, dan secara kebetulan, aku ketemu dia pas udah
gede trus kita jadian”
“wahh… kayak
sinetron aja”
HP-ku bunyi
dan nggak pake lama aku langsung mengangkat telpon yang masuk, ini dari kevin.
“ada apa, Vin”
“kamu
dimana?”
“aku lagi
maen sama temen”
“siapa? Irma,
Dila?”
“bukan, tapi
Albar”
“siapa? Cowok
baru yang kamu taksir?”
“bukanlha !
dia udah punya cewek, sekarang aku lagi dikenalin sama ceweknya”
“yaudah,
sekarang langsung pulang aja yah. Ayah kamu mau ngomongin hal yang penting” Aku
langsung menutup telponnya, dan pamitan sama novita.
Setelah
sampai dirumah, aku liat Kevin duduk di teras rumahku. Aku langsung berjalan
mendekatinya dan berdiri dihadapannya. Sekarang cowok yang putih+tinggi+berhidung mancung itu
berdiri dihadapanku dan terus menatap mataku.
“kenapa kamu
di luar, vin?” aku bertanya, tapi dia hanya berdiri dan melihatku “ayo ma-“
Deg, suara jantungku berdetak keras.
Kevin
memelukku dan membuatku nggak bisa meneruskan ucapanku. Dia masih memelukku dan
jantungku terus berdetak. Tubuhku saat ini nggak bisa bergerak, pelukannya
seperti membekukan waktuku. Memang bukan pertama kalinya dia memelukku, tapi
ini perasaan yang pertama didekatnya.
Tapi, sekarang Kevin melepaskan pelukan itu. Dia memegang pundakku dan terus
menatapku hingga beberapa detik.
“jangan
kecewa, sama apapun yang terjadi di dalem” kata Kevin.
“apa
maksudnya?” aku menjawab dengan bingung.
“janji, nggak
akan kecewa?”
“hey ! kenapa
sih” aku melepaskan tangannya yang memegang pundakku “emang di dalem ada apa?
ayo masuk”
Aku masuk
tapi Kevin nggak ikut masuk. Di ruang tamu, ayah, om danu, tante Lid, asyik
ngobrol sama perempuan yang nggak aku kenal.
“kamu pasti Kinar
kan?” perempuan itu berdiri dan mengulurkan tangannya.
Aku langsung
menjabat tangannya dan tersenyum “iya”
“ayo duduk,
ayah mau bicara”
“kenapa yah?”
aku duduk di sebelah tante Lid.
“ini tante Desi.
Tapi satu minggu lagi kamu panggil aja dia mamah atau ibu” ayah tersenyum.
Jadi ini maksud Kevin, pikirku.
Semua orang
yang ada diruang ini terlihat bahagia, kecuali aku. Ini nggak munggkin bikin
aku baik-baik aja. Kalo ayah nikah sama perempuan ini, berarti dia gantiin ibu
di hati ayah. Aku cuma bisa diam, dan terus diam. Sampai akhirnya aku ijin untuk
masuk kamar.
Kenapa ayah bisa lupain ibu? Padahal jelas-jelas
ibu lebih cantik dari pada perempuan itu. Aku terus dan terus
memikirkan pernikahan ayah yang akan terjadi satu minggu lagi, aku nggak
mungkin ikhlas liat ayah nikah lagi dan lupain ibu, tapi aku juga nggak mungkin
bilang nggak setuju. Aku hanya bisa diam melihat semuanya terjadi.
*6*
Aku, Irma, Albar, sama Ghio pacarnya
Irma, lagi jalan-jalan ke pameran. Sebenernya kita udah sering jalan bareng,
dan aku mungkin mulai suka sama dia. Tapi sebisa mungkin –jangan sampe-. Aku yang ngajak mereka pergi, karna aku sebel
nerima kenyataan kalo pernikahan ayah tinggal tiga hari lagi. Tadinya aku mau
ngajakin Kevin, tapi tante Lid bilang, Kevin nggak ada dirumah.
Waktu jalan, aku
makin deket sama Albar, bahkan secara refleks
dia sempet mengelus kepalaku dengan cepat, dan tanpa disengaja aku
berkali-kali memegang tangannya. Aku lupa tentang Kiki. Yah, sejak ketemu Albar,
aku nggak inget lagi sama sakit hati aku gara-gara Kiki. Dan, kita juga nggak pernah
ngobrol setelah kejadian itu.
Karna udah
makin malem, kita semua pulang kerumah masing-masing, tapi Albar nganterin aku
pulang dulu. Yah, walaupun jalan kaki, seenggaknya ada yang nemenin, dari pada
sendirian.
“sampai sini
aja” belum sampai dirumah aku udah nyuruh dia berhenti nganterin aku, karna
kalo nyampe rumah, ayah bisa marah.
“beneran”
“iyah,
makasih yah?”
“buat apa?
yaudah aku pergi yah, dah”
“dah”
Hmmm…. Dinginnya. Tinggal beberapa langkah
lagi, aku udah sampai dirumah. Tapi dari tadi kenapa Kevin nggak nelpon aku
yah? Biasanya kalo nggak ketemu seharian dia langsung nelpon. Akhirnya sampai tapi,
di depan pagar rumahnya, Kevin lagi berdiri sama cewek. Siapa cewek itu? Mungkin…… yah
mungkin aja itu cewek yang jadi cinta pertamanya. Sekarang cewek itu pergi,
kenapa Kevin nggak nganterin dia pulang? Aku terus memperhatikan cewek itu. Sampai
akhirnya, tanpa disadari Kevin datang mendekatiku dari belakang.
“dia
cantikkan”
“emmm… bahkan
dari jauhpun terlihat cantik. Pantes aja Kevin suka banget sama dia”
“Viana, itu
namanya”
“ohh…” aku
masih melihat cewek itu, sampai akhirnya aku sadar kalo sejak tadi aku ngobrol
sama Kevin. “ya ampun” begitu ingat, aku langsung membalikan badanku.
“dari mana
aja?” kata Kevin
“baru
sekarang kamu nanyain itu, kenapa nggak telpon? Asyik banget sama dia”
“siapa? Viana?”
“yah siapapun
dia” aku membuka pagar rumahku. “dia cinta pertama mu kan?”
“mmm…bisa
dibilang gitu”
“sejak
kapan?”
“Satu tahun
yang lalu. Kenapa?”
“nggak
apa-apa? ah iya, aku mau cerita, masuk yuk kita duduk dulu di teras”
Kita berdua
duduk diteras rumahku. Aku mulai menceritakan semuanya ke Kevin, semua tentang
Albar.
“jadi intinya
kamu suka sama Albar?” Tanya Kevin.
“kayaknya”
aku masih bingung dengan perasaanku.
“jangan.
Albar sama aja kayak Kiki, akhirnya dia pasti ninggalin kamu”
“kenapa?”
“ahh…
Sudahlha ! lakukan saja apa yang kamu mau, nanti setelah kamu ngerasain
sakitnya, cari aku”
“setelah aku
mencarimu, lalu apa yang akan kau lakukan”
“apa yah?
Mungkin ….. mengacuhkanmu dan membuatmu terus terluka” Kevin tertawa.
“ihhh…. Terus
apa gunanya aku nyari kamu ?”
“aku
bercanda. Yang jelas, mungkin saat itu aku akan menjadi angin”
“angin?”
“membuatmu
merasa sejuk , meskipun hanya sebentar”
“kenapa
sebentar”
“karna
setelah itu kamu mungkin bakal nemuin cinta kamu yang selanjutnya setelah Albar”
Kevin berdiri dari tempat duduknya semula “kamu itu gampang banget jatuh cinta.
Cepat masuk dan tidur”
Dia benar. Aku emang gampang banget jatuh
cinta. Belum beres sakit hati sama Kiki udah suka sama Albar. Sekarang, saat
ini rasa sukanya harus berhenti. Karna nggak mungkin aku ngerusak hubungan
orang.
*7*
Gawat
! pada akhirnya aku beneran suka sama Albar. Terus gimana? Perasaan ini dateng
karna aku terbiasa di dekatnya. Tiap hari kita telponan dan tiap hari kita
ketemu. Tapi disisi lain, aku pengen ketemu Kevin, udah dua hari dia nggak
nemuin aku dan semua panggilanku nggak di angkat. Tiap kali kerumahnya, dia
nggak ada. Dia sibuk sama pacarnya, itu pasti. Kayaknya malam itu, mereka
balikan lagi. Tapi itu hak Kevin, aku nggak boleh ikut campur.
Sekarang,
aku lagi merhatiin bintang bareng Albar lewat telpon. Karna nggak mungkin kita
ketemu, secara sekarang udah malem banget.
“bintang
yang paling terang itu aku” [ha..ha..ha..] aku mulai narsis
“apa?
PD banget”
“emmm….
Keliatan nggak bintangnya?”
“iya
keliatan”
“kamu
bulan itu” aduh, aku malah bilang gitu.
“kenapa?”
“karna
bulan di kelilingi banyak bintang, bulannya kamu dan bintangnya novita sama
aku” ehhh kenapa mulutku ini malah bikin harga diriku turun.
“kamu
suka sama aku?”
“sebenernya
iya” maaf deh novita, aku nggak bermaksud bikin hubungan kalian runyem. “kalo
kamu”
“aku
juga suka sama kamu, tapi aku masih punya novita”
“yang
bener”
“iyah”
“aku
nggak maksa kamu putusin novita kok, aku cuma penasaran aja kenapa tiba-tiba
kita deket”
“yah,
aku deketin kamu karna aku pengen deket sama kamu”
OMG….!!! Jadi dia
juga suka sama aku? Wah aku nggak nyangka. Aku ngerasa bersalah banget sama
novita, tapi saat ini aku juga nggak bisa ngendaliin perasaan aku sendiri.
*8*
Malam
ini ayah beneran nikah sama perempuan yang namanya desi. Aku nggak mau ayah
menikah, tapi aku juga mau liat ayah bahagia. Pernikahannya nggak ngundang
banyak orang. Yah… ayah nggak punya siapa-siapa selain aku, om danu, tante Lid,
dan Kevin. Pernikahannya tanpa resepsi, jadi cuma ijab Kabul doang. Itu
keinginan mereka berdua, karna keduanya udah pernah ngerasain berdiri di depan
tamu undangan dan salaman sama setiap orang. Ternyata tente Desi juga pernah
menikah sebelumnya, tapi dia udah lama cerai.
Sekarang
udah waktunya pulang sekolah, tapi aku, Irma, Dila lagi ngumpul bareng makan
bakso di kantin sekolah
“Nar,
terus gimana kelanjutan kisah kamu sama Albar?” Tanya Irma.
“mana
aku tau? Dia udah punya pacar, kalian kan tau”
“yaudah,
Dil kamu bantuin dia aja” kata Dila.
“apa?”
jawab Irma.
“kamu
ajak dia ngobrol trus Tanya-tanya tentang Kinar” kata Dila.
“kenapa
aku? Aku kan nggak terlalu deket sama dia” tanya Irma.
“yaudah
kalo gitu kita berdua aja” jawab Dila.
Kebetulan
kita bertiga tau kalo Albar lagi ada di perpustakaan. Jadi Irma sama Dila nyamperin
Albar di perpus, dan aku ngikutin di belakang. Jadi, pas mereka lagi ngobrol,
aku bisa denger semuanya secara langsung dari mulut Albar. [ha…ha..ha..]
“bar,
kamu serius suka sama Kinar?” Tanya Irma
“kenapa
tiba-tiba nanya gitu?”
“nanya
aja, kalian udah pacaran?”
“nggak
lah”
“trus
kenapa deketin dia, bilang suka lagi sama dia”
“dia
yang duluan bilang suka, kalo aku sih cuma suka sama Novita. Kinar, dia cuma
mainan biar nggak bosen kalo lagi ada masalah”
“apa?
mainan?” Irma dan Dila membentak Albar
Prak… Prak… Prak aku bisa membayangkan suara hatiku yang pecah.
MAINAN? Gila! Seharusnya sejak awal
aku nggak percaya sama omongannya dia. Jelas-jelas dia udah punya cewek. Aku
nggak bisa berdiri lama-lama disini. Keterlaluan, mana boleh dia ngerendahin
aku. Nggak pake lama setelah ngedenger semuanya, aku lari dan Albar melihatku,
berkali-kali dia memanggil namaku, tapi aku terus berlari dan langsung pulang
kerumah.
Dihalaman rumah Kevin, akhirnya aku liat Kevin
yang lagi asyik ngobrol sama cewek malam itu, Vania. Sekarang, apa mereka beneran udah jadian? Pantas aja Kevin
nggak pernah ada waktu lagi buat aku.
Aku mohon, datang dan hibur aku saat
ini, aku butuh kamu, Kevin. Hanya hatiku yang mampu
mengatakannya.
Om
Danu, tante Lid, dan ayah sibuk siap-siap. Aku masuk kerumah dan langsung ke kamar,
akhirnya aku ketiduran.
“cepat
bangun” suara Kevin yang sedang membangunkanku terdengar jelas.
“mmm..”
aku mulai membuka mata untuk memastikan.
Benar, ini Kevin. Aku tersenyum
melihatnya. Sejak tadi aku sengat ingin bertemu denganya.
“cepat
mandi dan siap-siap”
“mmm..
yah” aku tersenyum, karna akhirnya bisa melihatnya dan mendengar ucapanya lagi.
“kamu,
baik-baik aja kan?”
“bukankah
aneh kalo aku baik-baik aja?”
“jadi
kamu nggak mau ayah kamu menikah”
“yah,
tapi itu hak ayahku. Aku hanya bisa diam”
*9*
Sekarang
ayah resmi menjadi suami tante Desi, yang sekarang resmi juga menjadi ibu tiriku. Malam ini ayah langsung kerumah
tante Desi, aku pindah kerumahnya besok. Aku harus menyiapkan semua barangku di
rumah yang slama ini ku tempati. Karna hadiah pernikahan yang ayah kasih sama
tante Desi adalah sebuah rumah, jadi kita harus pindah kerumah itu.
Kevin
mengantarku kerumah tante desi dengan mobil ayahnya, karna banyak buku dan baju
yang harus ku bawa, aku nggak mungkin pergi sendirian. Jadi Kevin membantuku.
Sepanjang jalan, kita berdua nggak ngeluarin suara apapun, diam dan terus diam.
Sekarang
kita berdua sampai dirumah ini, dan duduk di ruang tamunya. Rumahnya cukup
besar, ini hadiah pernikahan yang ayah kasih buat tante Desi. Jelas, kalo ayah
cinta banget sama tante Desi. Semoga aja ibu ikhlas.
“sekarang
kita mau ke villa” kata tante Desi.
“villa?
Kapan?” tanyaku
“sekarang
juga. Jadi cepet simpen barang-barang kamu kekamar, trus bawa beberapa baju
ganti buat nanti di villa” jawab ayah.
“trus
Kevin?” aku berharap dia ikut.
“nanti
juga tante Lid sama Om Danu nyusul, jadi tar mereka bawa baju kevin, yaudah
sekarang juga kita berangkat”
Aku
sudah menata kamarku, tapi disebelahnya ada kamar kosong. Aku nggak tau itu
kamar siapa, mungkin kamar buat tamu yang dateng. Akhirnya semuanya beres,
sekarang kita semua berangkat ke villa nya tante Desi. Sekitar satu jam lebih,
kita semua sampai. Tapi, di villa itu ada laki-laki yang duduk di terasnya. Semakin
dekat, akhirnya semakin jelas aku melihat wajahnya.
Albar? Kenapa dia disini?, tanyaku
dalam hati.
Apa?
ternyata laki-laki itu Albar. Kenapa dia harus muncul setelah apa yang baru saja
dialakukan?.
“ayah,
mah, selamat” Albar mencium tangan tante Desi dan ayah.
“ayah?
Wah dia kayak yang udah terlatih banget ngomong gitu” suara ku pelan dan hanya
terdengar oleh Kevin.
“kenapa?
Salah? itu artinya dia bisa menghormati ayah kamu” kata Kevin.
“dari
tadi, baru sekarang kamu bisa ngomong” aku berjalan lebih dekat menghampiri ayah,
tante Desi dan Albar “jadi tante udah punya anak?”
“Kinar
! sekarang kamu harus panggil mamah” ayah membentakku.
“nggak
apa-apa Yah, Kinar pasti belum terbiasa” tante Desi memegang pundakku “iya Nar,
ini anak tante, namanya Albar”
“dia
kakak kamu. Umurnya memang sama kayak kamu, tapi dia delapan hari lebih dulu
lahir sebelum kamu” kata ayah.
“aku
tau” jawabku singkat.
“oh
iya, kalian kan satu sekolahan yang sama iyakan?” kata tante Desi.
“kita
bahkan berada di satu kelas yang sama” jawabku dengan nada yang datar.
Yang
bener saja. Orang yang baru aja nyakitin aku, sekarang jadi kakak tiriku. Dan
sepertinya kamar kosong disebelahku itu bakal ditempatin dia. Dunia ini sempit
sekali. Saat berharap nggak bisa liat dia lagi, mulai sekarang dia selalu di
sekitarku. Ahhh … Kenapa slama ini ayah nggak bilang kalo tante desi punya anak,
dan kenapa anaknya harus Albar.
Sekarang
udah malam, tante Lid dan om Danu udah ikut gabung disini. Kita semua ngebakar
ikan. Sejak tadi, Albar pasti sama kagetnya kayak aku. Sempai sekarang dia diam
dan nggak ngomong apapun. Sementara para orang tua sibuk ngebakar ikan, aku
pergi jalan-jalan disekitar villa sendirian, dan akhirnya duduk di sebuah taman
sambil memperhatikan bintang-bintang yang terus berkedip.
“Aku ingin semua ini nggak pernah terjadi” aku
berbicara pada bintang-bintang itu, Aku
berusaha menyembunyikan rasa sakit hati ku yang baru saja aku dapetkan kemarin.
“kenapa
kamu suka banget liatin bintang?” tiba-tiba Kevin datang dan duduk di
belakangku.
“kemana
aja kamu?” aku membalas perkataan Kevin dengan sinis.
“maaf”
Kevin menyandarkan punggungnya di punggungku. Akhirnya kita berdua saling
bersandar.
“saking
sibuknya pacaran, kamu lupa sama aku”
“aku
nggak sibuk pacaran, tapi aku lagi menghindar dari kamu”
“apa?
kenapa?”
“biar
kamu tau, sepenting apa aku buat kamu”
“ihhh…
apa maksudmu?”
“bukankah,
sekarang kamu nunggu-nunggu aku dateng. Sekarang certakan semuanya”
“terlalu
panjang”
“cerita
kamu slama ini juga selalu panjang”
Aku
menarik nafas panjang dan menceritakan semunya, selengkap-lengkapnya sama Kevin.
“sekarang,
kamu tau apa yang harus kamu lakukan?” Tanya Kevin setelah mendengar semua
ceritaku.
“apa?”
“buat
dia suka sama kamu”
“nggak
bisa lha, dia cuma nge-laba doang, nggak ada maksud buat serius”
“mulai
sekarang kamu kan serumah, jadi semakin lama, kamu bakal jadi kebiasaan dalam
hidupnya” Kevin berdiri dan menarik tanganku “ayo, yang lain pasti mencari
kita”
*10*
Sekarang, aku
sudah ada di rumah baru ini. Kata-kata kevin itu, memang benar. Jadi, semogas
aja aku bisa jadi kebiasaan untuknya. Kiki udah nggak pernah nongol lagi di
pikiranku. Tapi itu nggak jadi masalah, meskipun awalnya dia cinta pertama, tapi
karna sekarang aku sudah menemukan cinta selanjutnya, jadi GOOD BYE, KIKI ! cinta
selanjutnya, Albar. Meskipun udah memainkan ku, aku masih suka sama dia.
Sekarang satu-satunya alasan kenapa aku tetep tinggal dirumah ini adalah Albar.
Tapi kalo dia udah suka sama aku semoga aja aku udah lupain dia, jadi aku bakal
ninggalin dia. Aku akan mencoba saran Kevin. Yah… berhasil atau nggaknya, liat
aja nanti.
Serasa punya
keluarga baru. Ayah, dan ibu lengkap, dan ada satu orang kakak. Ini suasana
baru dalam hidupku. Meskipun yang kuharapkan bukan tante Desi dan Albar, karna
aku mau ibu yang duduk di meja makan ini bareng aku dan ayah.
“nanti Kinar
kesekolahnya bareng Albar aja, naek motor yang baru ayah hadiahkan ke Albar”
tante desi memberiku roti selai coklat.
“oh…” aku
memandang Albar “jadi ayah ngasih dia motor, dan ngasih tante ini rumah?”
“Kinar ! yang
sopan! Panggil mamah bukan tante” ayah membentakku.
“cepat
berdiri ! aku harus kesekolah sekarang” aku berdiri dan memakai tas ku
Ini hebat !
aku kesekolah bareng Albar. Entah apa yang bakal di bicarakan semua orang di sekolah.
Yang jelas mereka pasti bingung. Ternyata kalau dibawa seneng, semua ini luar
biasa, aku jadi bisa lebih deket sama Albar. Yah, sekarang aku adalah wanita
terbodoh yang terus mengharapkan cowok yang udah punya pacar dan pernah bikin
hatikku terpecah-belah. Tapi selama aku merasa aku suka sama dia, aku bakal
terus suka sama cowok nyebelin ini sampai aku bosen.
“kamu puas?”
aku mulai bicara.
“maaf?”
“setelah
bikin hati aku makin parah dari sebelumnya, sekarang kamu malah jadi kakak ku”
“aku nggak
bermaksud nyakitin kamu”
“trus apa?
bermaksud mainin”
“ kalo aku
belum punya pacar, aku juga pasti pacaran sama kamu”
“tapi
sayangnya aku nggak tertarik jadi pacarnya orang yang suka main-main sama cewek
padahal jelas-jelas udah punya pacar” aku sok nggak peduli.
“kamu yang
duluan bilang suka jadi jangan nyalahin aku”
Ihh…… nih cowok rese banget ! kenapa aku pikir
aku suka sama dia?
“terus harus
nyalahin siapa? Ibu kamu yang udah lahirin kamu?”
“kamu boleh
benci sama aku, tapi aku mohon anggap dia ibu kamu sendiri”
“aku
nggak mau karna dia memang bukan ibu ku”
Sampai di sekolah, Albar nggak ngomong apa-apa lagi.
Dan sekarang waktu duduk di kelas, Irma dan Dila sibuk nanya-nanya apa yang
udah terjadi. Mereka pikir aku udah jadian sama Albar. Tapi akhirnya aku
certain semuanya, dan sekarang mereka tau. Bel tanda masuk berbunyi, sekarang pelajaran
dimulai—
Pulang
sekolah aku sengaja kerumah Kevin dulu, tapi ternyata tante Lid bilang Kevin
lagi keluar, katanya sama cewek. Pasti, Viana. Yasudahlha, akhirnya aku bantuin
tante Lid yang sibuk masak buat makan malam. Saking asyiknya, sampai lupa
waktu. Semua makanan udah jadi, sekarang tinggal nunggu Kevin dan om Danu.
Om Danu udah
pulang, dan setelah beberapa menit, akhirnya Kevin juga datang. Tapi, dia nggak
sendiri. Viana, datang bareng Kevin. Sebel… aku kan dateng pengen ketemu dan
ngobrol banyak sama Kevin, tapi sekarang, malah ada Viana. Kita semua makan
bareng, tapi aku nggak bisa berhenti merhatiin Kevin yang terus-terusan ngobrol
sama Viana.
“kamu kok
nggak makan” Tanya Viana so –akrab-
“emm, iya”
jawabku singkat.
“biasanya
juga kamu nambah terus” Kevin melihatku. “kenapa lagi diet?” mereka tertawa
menyindirku.
“ihh… Rese
deh” jawabku kesal sambil menyuapkan sesendok besar nasi kemulutku.
“wahh… Jadi
sekarang udah rakus lagi?” Kevin meminum air di gelas yang tersedia di sebelah
piringnya.
“uhk…uhk”
karna kesal, aku malah tersedak.
Kevin langsung
memberikan gelas yang ada di tangannya lalu membantuku memunim air itu. Setelah
meminumnya, selama beberapa detik, aku menatap matanya yang sangat-sangat-sangat
dekat dengan mataku, mungkin jaraknya hanya 1cm, deg-deg-deg. Sampai akhirnya,
tante Lid berdeham dan memberikanku tissue.
“pelan pelan
dong makannya” kata tante Lid.
Aku hanya
membalas perkataan itu dengan senyuman malu. Aku mulai gupup dan terus diam.
Kalo tau gini aku nggak akan dateng kerumah ini.
Uuhhh… aku bisa gila !
Semua
makanan sudah habis. Viana juga udah pulang. Sekarang aku lagi nyuci semua
piring yang kotor. Tante Lid nyuruh aku langsung pulang, tapi aku males dirumah.
Akrirnya tante Lid ngebolehin, tapi harus di bantuin Kevin. Karna sejak kecil
hidup tanpa ibu, dan ayah sibuk kerja, jadi aku sudah terbiasa dengan hal-hal
kayak gini. Mulai dari masak, cuci piring, beres-beres, dan nyuci baju, aku
bisa mengerjakan semuanya.
“kamu gugup?”
Tanya Kevin.
“aku sama sekali
nggak gugup?”
“yang bener?”
Kevin mendekat, dan akhirnya wajah kita sekarang sangat dekat seperti tadi.
Deg,
jantungku berdetak kencang lagi. Saat ini aku kaku tapi aku harus sadar
sekarang juga.
“hey ! apa
yang kau lakukan” aku langsung membalikan badanku.
“kau gugup!”
Kevin tertawa dan meneruskan pekerjaannya, cuci piring.
“apa itu
menyenangkan?” aku berbalik lagi dan mencuci tanganku.
“emm…” Kevin
mengangguk dan tersenyum. “tentu”
“tentu?” aku
menyipratkan air dari tanganku yang basah “hey !”
“kenapa?”
Kevin memandangku.
“ cuci
semunya sendiri” aku pergi meninggalkan dapur.
Ahhh… menyebalkan !
Setelah pamit
pulang ke tante Lid dan om Danu, sekarang aku sudah sampai di depan rumahku,
aku nggak langsung masuk kedalam rumah. Aku duduk di teras rumah sambil
memperhatikan bintang yang terpajang dilangit. Matanya… uhhhh pikiranku terus
berjalan disekitar situ.
“kenapa suka
banget ngelihat bintang?” Albar datang menghampiriku.
“pertanyaan
itu?” aku ingat saat Kevin datang menemaniku melihat bintang di villa malam
itu.
“apa?” Tanya
Albar yang terlihat bingung dengan ucapanku.
“eh… nggak,
kamu mau apa keluar?”
“ngajak kamu
masuk lha”
“terus?”
Albar duduk
disebelahku “aku udah putus sama Novita?”
Apa? benarkah-benarkah-benarkah? Wah ini jadi
semakin menarik! Sesaat aku mulai melupakan masalah Kevin.
“kenapa?”
“dia pacaran
sama orang lain” dia menundukan kepalanya.
“anggap aja
itu balasan dariku” aku merasa kasihan juga sama dia.
“mmm… maaf
yah”
“nggak
apa-apa?”
“Kinar, aku
mau kamu bersikap baik sama ibuku”
“oke. Aku
coba”
“aku seneng
banget dengernya”
*11*
Sekarang
udah satu minggu aku tinggal dirumah ini, tentunya dengan keluarga yang baru.
Sejak malam itu, kita sering jalan bareng dan setiap di rumah kita akrab
layaknya kakak-adik. Tapi, kedekatan itu nggak aku anggap sebatas kakak-adik,
aku dekat karna aku masih suka sama dia. Sekarang, akhirnya Albar mulai lupain
Novita, yah… meskipun masih banyak yang belum dia lupakan.
Hari
ini, katanya Kevin mau kerumahku. Pertemuan terakhir yang bikin deg-deg-deg
dirumahnya itu, bikin aku ingat terus sama dia, jadi pengen ketemu karna
lumayan kangen sama dia.
“Nar”
Albar menghampiriku, yang sibuk nunggu Kevin di depan rumah.
“ada
apa?”
“kamu
rapih banget, mau pergi kemana?”
“kamu
pernah ketemu Kevin, kan?”
“ohh…
Jadi mau jalan sama dia”
“rencananya
sih gitu, tapi udah tiga puluh Sembilan menit, dia nggak dateng-dateng”
“telepon
aja”
“nggak
di angkat, semua sms ku juga nggak di bales”
“mungkin
dia nggak akan datang”
Kecewa deh ! udah dandan
cantik-cantik ternyata dia emang nggak dateng. Tapi buat apa aku ngelakuin
semua ini?
“Jalan sama aku aja, kebetulan aku
mau ngomong sesuatu sama kamu”
“kenapa
nggak disini aja?”
“udah
ayo!”
Apa
boleh buat? Jadinya aku malah jalan sama Albar. Tapi ada bagusnya juga.
Sekarang dia ngajak aku makan. Ok, akhirnya kita ke salah satu rumah makan.
Tapi di sini juga aku liat Kevin. Jadi aku nunggu dia lama-lama, dia malah asyik
ngedate sama ceweknya itu, Viana. Uh… Harusnya dia bilang kalo dia nggak akan
datang. Aku cuma bisa merhatiin mereka dari jauh. Ehh… Kevin megang sesuatu,
aku terus-terus-terus berusaha liat benda apa yang di pegang Kevin. OMG ! itu kalung yang gantungannya
bintang, Kevin… Ngasihin kalung itu ke Viana, mereka terus tertawa bahagia. Ihh…
boro-boro makan makanan yang udah di sediain, sekarang hati aku udah kenyang
banget dengan semua perasaan kesel sama Kevin. Tapi, kenapa harus kesel? Dia
hanya sahabat, bukan orang yang aku cintai. Orang
yang ku cintai ? nggak mungkin deh!
“Nar”
suara Albar bikin semua pikiranku kabur.
“eh…
Iya. Mmm tadi kamu bilang mau ngomong, ada apa?”
“aku…
sebenernya cuma mau tanya aja”
“apa?”
“emm…
kamu masih suka nggak sama aku?”
Ohh… jadi dia mau nembak aku?, pikirku.
“kenapa?”
“aku
jadi suka sama kamu, aku mulai suka sama kamu. Kamu udah bantu aku lupa sama Novita”
Apa? wah mendengarnya berkata seperti
itu, memang membuatku senang. Tapi…
“kamu
mau nggak jadi pacar aku” kata Albar meneruskan perkataannya.
Ini
semua yang aku harapkan, dia udah ngajakin aku pacaran, jadi aku nggak mungkin
nolak. Tapi secara nggak sadar muka Kevin tiba-tiba muncul di pikiranku.
“gimana?”
Albar mengulangi pertanyaannya.
“ehh…
Emm kayaknya aku butuh waktu deh” perkataan itu keluar gitu aja.
Yah,
nggak ada salahnya juga ngomong gitu. Secara, kan dia pernah menjadikan ku
mainan. Hanya orang bodoh yang langsung bilang “iya” waktu cowok yang pernah
menolaknya tiba-tiba menyatakan perasaannya. Dan sekarang dia udah jadi kakak
ku, meskipun bukan kakak kandung.
Sekarang
udah jam Sembilan malam, aku lagi tiduran di kamarku sambil membaca buku. Tapi
nggak ada satupun yang ku mengerti tentang semua kata yang ku baca. Pikiranku
masih melayang-layang tentang Kevin.
Dia keterlaluan. Mana boleh, jalan
sama orang lain setelah janji mau ketemu sama aku.
Apa kevin beneran sayang sama cewek
itu?
Dia pasti udah lupa sama aku.
Heuuhh…
Semua pikiranku terus membuatku bingung. Tiba-tiba ponsel ku bunyi. Panggilan masuk dari Kevin?
“maaf
yah, tadi aku nggak dateng”
“nggak
di maafin”
“tadi
ak-“
“kamu
bilang nggak sibuk pacaran, tapi setiap saat kamu berdua terus sama dia, aku
nunggu lama dan pengen ketemu sama kamu, tapi kamu malah berduaan sama dia” aku
memotong pembicaraannya yang belum selesai.
“kenapa?”
“apa?”
“kenapa
kamu pengen ketemu sama aku?”
“karna…”
aku kangen sama kamu KEVIN ! aku
harus ngomong apa? nggak mungkin kalo aku bilang yang sebenarnya. “mmm, banyak
yang mau aku certain”
“cuma
itu?”
“memang,
harusnya apa lagi”
“kamu
harus maafin aku yah, sebagai gantinya aku kasih kamu tiga permintaan. Apapun,
aku pasti lakuin”
“bener
yah, apapun”
“yah,
apapun”
“ok,
kalo gitu sekarang juga, kamu harus ada di depan rumahku”
“sekarang
aku memang berada di depan rumahmu”
Apa? yang benar saja? Aku langsung
berlari keluar rumah untuk memastikan. Ternyata, Kevin memang sedang berdiri di
depan rumahku.
“permintaan
mu, tinggal 2” Kevin tersenyum
“aku
minta… kalung” yang ada di pikiranku saat ini hanya kalung yang Kevin kasih ke
Viana tadi siang.
Kevin
memegang tanganku, dan meletakan kalung ditelapak tanganku.
“kalung
bintang? ini… punya Viana, kan”
“jadi kamu
liat aku tadi siang?”
“ambil
kembali” aku mengembalikan kalungnya ke Kevin “aku mau kalung yang baru. Ini
pasti kalung bekas karna kamu di tolak sama Viana”
“jadi menurut
kamu, aku nembak Viana pake kalung ini tapi Viana nolak, makanya aku ngasih
kalung ini ke kamu?”
“ semua itu
benarkan?’
“terus gimana
kamu sama Albar?”
“sekarang,
dia… suka sama aku dan aku juga masih suka sama dia. Jadi kita pacaran” lagi-lagi
aku nggak bisa mengendalikan perasaanku, kenapa aku malah berbohong?
“benarkah?”
“a…apa
mungkin aku berbohong. Bukankah kamu bilang dia juga cintaku yang selanjutnya”
Tiba-tiba aja
Kevin memasangkan kalung itu keleherku “selamat”
Kevin memakai
helm dan mulai menghidupkan motornya “permintaanmu, masih tersisa satu lagi”
Kevin pergi,
dan aku terus melihatnya hingga dia menghilang di ujung jalan yang ku lihat.
“bukankah, ku
bilang aku mau kalung yang baru? Kenapa malah memakaikannya di leherku?” aku
berkata pada diriku sendiri.
“itu artinya,
dia suka sama kamu” Albar tiba-tiba muncul.
“kam… ehh
kamu ngapain disini?”
“jadi akhirnya
kamu bener-bener lupain aku” Albar merangkul bahuku.
“apa sih?”
“setelah aku
jadi pengganti Kiki, sekarang Kevin yang gantiin aku”
“cintaku
selanjutnya” kataku.
“apa?”
“eh… nggak,
ayo masuk?”
“oke, adik-ku”
Ha… Ha… Ha…
Kita tertawa bersama dan masuk kedalam rumah
*12*
Pulang sekolah
nanti, aku mau ketemu sama Kevin dan mastiin, apa bener dia suka sama aku? Aku
jadi nggak sabar ketemu dia, tapi sekarang masih jam delapan pagi. Hhuuu… masih
lama banget ! berkali-kali aku terus nggak berhenti merhatiin jam dinding. Aku
nggak focus, aku pengen cepet-cepet ketemu dia. Tapi, selama disekolah aku
sadar saat ini aku wajib-musti-kudu merhatiin guru yang lagi ngajar di depan
kelas.
Ok, sabar nanti juga ketemu. Sekarang
KRONSENTRASI !
Akhirnya
pulang juga. Sekarang aku langsung menuju rumah Kevin. Setiap langkah, aku
berharap kalo dia memang suka sama aku. Kira-kira apa yang mau dia omongin yah?
Mungkin I LOVE YOU, ah kata itu udah kuno. Sudahlha, apapun yang diucapkannya
nanti, aku harap dia memang suka sama aku.
Kalung
bintang yang semalem Kevin pakaikan di leherku, tiba-tiba aja jatuh. Perasaanku
yang awalnya senang karna mau ketemu Kevin dan mastiin perasaannya, sekarang
berubah jadi perasaan yang aneh.
Ada apa? apa yang terjadi?
Aku langsung
mengambil kalungnya dan terus menggenggamnya di tanganku. Aku terus berlari
secepat-cepatnya. Sampai akhirnya, aku berdiri di depan rumahnya, tapi sepi.
Nggak ada siapapun, bahkan tante Lid yang selalu ada di rumah juga nggak ada.
Hmmm… aku
terus menarik nafas panjang dan kembali kerumah. Kalo nggak bisa sekarang
ketemu dia, berarti besok dan besoknya lagi. Aku langsung pulang kerumah. Tapi,
di rumah ini juga sepi. Hanya ada aku sendiri. Terlalu sepi, jadi aku
mengantuk. Aku tertidur dan HP-ku bunyi, aku malas mengangkatnya. Jadi aku
terus menutup mata dan mulai tertidur.
“bangun udah
maghrib” suara Albar membangunkanku.
“emm…” aku
membuka mataku “dari mana? Tadi kenapa nggak langsung pulang”
“aku, papah,
mamah nganterin Kevin sama ortunya ke bandara”
“ngapain?”
“Kevin,
nerusin sekolah ke Amerika, orang tuanya ikut pindah kesana. Bukannya itu emang
cita-cita dia?”
“APA?” aku
kaget dan semua rasa ngantukku hilang
“kamu nggak
tau? Padahal. Tadi katanya Kevin udah ngasih tau kamu lewat telepon”
Sekarang aku
mulai ingat, kalau saat mulai tidur, HP-ku berbunyi terus. Aku langsung cek
ponsel ku dan ternyata, 23 panggilan tak terjawab dan satu pesan yang belum
terbaca. Semuanya dari Kevin.
“bodoh,
kenapa tidak mengangkatnya?” aku langsung membuka pesan itu
“Sekarang aku akan menghilang untuk waktu yang
lama. Jangan terlalu sering jatuh cinta. Kamu harus mencintai diri kamu sendiri
dan mulai menyusun rencana masa depanmu. Jangan menungguku !”
“Kevin” aku
terus menatap pesan itu “jahat, dia nggak boleh pergi gitu aja. Iya kan?”
“mungkin kamu
butuh waktu buat sendirian” Albar pergi meninggalkan kamarku.
*13*
Malam ini aku
sibuk mempersiapkan penampilanku untuk datang ke acara reuni sekolahku. Rambut
panjang terurai, dress putih yang sederhana tapi menarik, sepatu hak yang
menghiasi kakiku dan tentunya kalung bintang dari kevin yang menggantung di
leherku, mengubah penampilanku menjadi sangat anggun.
10 tahun aku
tidak bertemu teman-temanku, dan sekarang aku akan bertemu dengan mereka lagi.
Selama 10 tahun terakhir dan sampai saat ini, aku benar-benar sibuk merubah
hidupku. Kevin benar, aku harus mencintai diriku sendiri. Semuanya berjalan
dengan lancar. Aku menjadi seorang guru matematika di salah satu SMA negri
terfavorit di bandung. Hebat bukan? Aku yang tidak terlalu suka pelajaran
matematika, sekarang malah jadi guru matematika. Di sekolahan aku jadi guru,
tapi disisi lain aku punya toko baju + accessories, trus dua bulan yang lalu
aku resmi ngebuka rumah makan. Yah, bisa dibayangkan betapa sulitnya merubah
hidupku. Terus belajar dan belajar, dan saat ada cinta selanjutnya yang datang
aku harus mengabaikannya. Tapi sekarang semuanya terbayar, karna aku berhasil
mewujudkan cita-citaku.
Dan sampai
sekarang Kevin, om Danu, dan tante Lid nggak pernah ngasih kabar apapun.
“tok…tok…” seseorang mengetuk pintu kamarku
“Nar, cepet udah siap belum?” ternyata Albar.
“iya” aku
membuka pintu dan mulai melangkahkan kakiku keluar kamar.
“wah… kamu
cantik banget” Albar terkagum-kagum melihat penampilanku.
“iya Nar, keliatan
sangat cantik” kata Novita.
Pada akhirnya,
Albar memang milik Novita. dua tahun lalu mereka resmi menikah dan sekarang
Novita hamil delapan bulan, emmm satu bulan lagi aku resmi jadi tante [ha…ha…].
“harus dong,
kan disana bisa ketemu Kiki?” ha…ha… aku penasaran, sekarang Kiki jadi apa? dia
udah punya istri apa belum?
“masih
mikirin dia?” Albar tertawa.
“nggak lha,
cuma tiba-tiba aja inget”
“yang
dipikirin Kinar itu cuma Kevin, nggak mungkin cowok lain” kata Novita.
“ihh… apa
sih. Udah ayo pergi” kataku.
“yaudah ayo”
jawab Albar.
Malam ini orang-orang bawa pasangan mereka
masing-masing, termasuk Albar yang ngajak Novita.
Sampai juga
di tempat tujuan. Wah… Hampir semuanya bawa pasangan. Albar sama Novita
langsung pergi nyari temen-temen mereka. Aku malah ditinggal sendiri. Irma,
Dila, kira-kira mereka udah punya suami belum yah? Aku nggak sabar pengen
ketemu mereka. Setelah lulus, aku nggak pernah ketemu mereka lagi, dan no
ponsel mereka berdua juga selama ini nggak pernah aktif. Muter-muter nyari
mereka, nggak satupun yang nongol didepan mataku, tapi aku juga ketemu sama
teman-temanku yang lain. Rata-rata yang cewek udah menikah diusia 24 sampai 25
tahun. Sekarang usiaku 26 tahun, tapi pacarpun nggak punya.
Aku masih
sibuk nyari mereka berdua, aku berjalan mundur dan nggak sengaja nabrak orang
yang lagi berdiri dibelakangku.
“maaf” kataku
sambil terus melihat wajahnya. “Kiki?” ternyata cowok ini Kiki.
“emmm iya?
Tapi aku nggak terlalu inget siapa kamu” dia terus memperhatikanku.
“Kinar” aku
tersenyum kearahnya dan langsung membalikan badanku. Kakiku mulai melangkah,
tapi Kiki menarik tanganku.
“Kinar” kata
Kiki.
“sekarang
udah inget?” aku melepaskan tangannya yang sedang memegang tanganku.
Kita duduk di
salah satu meja dan memulai pembicaraan kita. Sejak dulu, meskipun jadi
pacarnya, aku nggak pernah sedekat ini. Mungkin karna dulu aku nggak secantik
sekarang.
“maafin aku
yah Nar”
“untuk
kesalahan yang mana? Karna jadiin aku pelampiasan, atau karna setelah putus
kamu menghilang tanpa kata maaf?”
“dua-duanya”
“aku udah
maafin kamu kok”
“dulu aku
belum bisa lupain Dinda, makanya aku nggak peduli sama kamu”
“yang udah
yaudah aja, nggak usah dibahas”
“emmm maaf.
Sekarang kamu kerja dimana?”
“di sekolahan
aku jadi guru, tapi disisi lain aku punya toko baju + accessories, trus dua
bulan yang lalu aku resmi ngebuka rumah makan”
“wah… kamu
hebat Nar”
“tentu,
harusnya kamu nyesel udah nyianyiain aku.”
“kenapa dulu aku nggak milih kamu yah?”
“kalo
sekarang, apa kamu memilihku?”
“sekarang aku
suka sama kamu”
“benarkah?”
“iya Nar,
kamu mau kan ngasih aku kesempatan kedua”
“kesempatan cuma
datang satu kali?”
“tapi aku
nggak akan nyakitin kamu lagi”
“aku tau,
begitu melihatku kamu pasti langsung suka sama aku”
“kenapa?”
“nggak usah
pura-pura bodoh! Kamu suka sama aku, karna sekarang aku cantikkan? Dulu aku
biasa aja dan otakku pas-pasan. Untuk merubah ini semua membutuhkan proses yang
sangat sulit. Jadi mana mungkin aku ngasih kamu kesempatan”
“jadi kamu
masih marah sama aku?”
“aku nggak
pernah marah sama kamu, tapi aku nggak mau jadi pacar kamu lagi”
“sekarang aku
serius Nar”
“meskipun dua-rius,
aku tetep nggak mau”
“tapi,
kenapa?”
“aku terlalu
cantik untukmu, terlalu pintar untukmu, dan yang terpenting aku, sangat
berharga. Mana mungkin aku yang sekarang mau jadi pacar kamu?” aku berdiri dan
mulai melangkahkan kakiku.
Sepertinya,
perkataanku tadi terlalu sombong. Tapi mau gimana lagi, yang penting sekarang
dia bisa ngehargain orang dan nggak nyakitin perasaan cewek lagi. Saat berjalan
beberapa langkah dari meja yang tadi, Irma dan Dila,memanggilku dan
menghentikan langkahku.
“Kinar” Irma
dan Dila kompak memanggil namaku, lalu mereka langsung memelukku.
“keren juga
kamu” kata Irma.
“kalian liat
aku ngombrol sama Kiki?”
“bukan cuma
liat, kita juga nguping” kata Dila.
Ha…ha…ha…
kita semua tertawa melepas rasa kangen selama ini dan menceritakan kejadian
yang dialami selama ini. Irma menikah sama pacarnya Ghio satu bulan lalu,
pengantin baru. Kalau Dila satu tahun lalu dia menikah, dia lagi sibuk ngurus
anak pertamanya yang masih satu tahun. Mereka semua pasti bahagia banget.
Kehidupan mereka pasti banyak berubah. Aku juga sama, aku menikmati perubahanku
dan bahagia dengan kehidupanku yang sekarang.
“kamu gimana
Nar?” kata Dila
“gimana
apanya?” kataku
“Kevin, udah
tunangan atau udah nikah sama dia?” Tanya Irma.
“satu kali
jadi pacarnyapun nggak pernah?” jawabku.
“apa” mereka
berdua serempak mengatakannya.
“jadi, kalian
ngira aku jadian sama Kevin?”
“emmm… eh ngomong-ngomong, aku kangen sama
kamu Nar?” kata Irma.
“aku apa
lagi” Dila menambahkan.
Acara reuni
udah beres, setelah sambutan dari banyak orang, acara makan malam, sampai
akhirnya sekarang tinggal pulang. Aku nyuruh Albar sama Novita duluan pulang.
Aku juga sengaja nggak naik taxi sampai depan rumah, soalnya malam ini aku mau
jalan-jalan sendirian sambil liat bintang-bintang.
Satu langkah,
dua langkah, tiga langkah, huuu…. Masih perlu beberapa langkah lagi untuk
sampai di rumah. Emmm perasaan ku jadi nggak enak. Jalannya sepi banget, wajar
aja, ini udah jam sepuluh malem. Rasanya pengen liat ke belakang, dari tadi kayak
ada yang ngikutin. Deg… Deg… Deg… Aku merasa takut, makanya aku terus
mempercepat langkahku. Aku terus berjalan, cepat-lebih cepat-lari dan “tlek” suara
hak sepatuku yang patah.
“aww…” ahhh
sakit, aku jatuh dan kakiku terkilir.
“sakit?”
tiba-tiba seorang laki-laki mendekatiku dan melepaskan sepatuku, dia mulai
memijat kakiku yang terkilir.
“a…awww” aku
menutup mataku.
“sudah, cepat
buka mata”
“makasih” aku
mengambil sepatuku dan mencoba untuk berdiri, tapi kakiku masih sakit. Aku
hampir terjatuh, untungnya laki-laki itu menahan tubuhku. Wajah kita sengat
dekat, kita saling bertatapan dan aku ingat mata itu.
“Kevin?
Ka…kamu kevin kan?”
“emm” dia
mengangguk dan tersenyum.
“keterlaluan”
aku mendorongnya “kamu pergi sebelas tahun tanpa ngasih kabar apapun” aku
menahan air mataku.
“aku mengirim
mu pesan kan,ku bilang jangan
menungguku”
“mana mung-“
Kevin
memelukku dengan sangat erat. Seperti biasa tubuhku terasa kaku. “cepat katakan,
kalau selama ini kamu merindukank u dan selalu memikirkan ku”
“kenapa aku
harus ngomong gitu?” aku masih berada dalam pelukannya.
“karna aku
ingin mendengarnya”
“sekarang,
antar aku kerumah dulu”
Kevin
melepaskan pelukannya dan dia langsung berjongkok “cepat naik”
“aku nggak
mau!”
“kamu nggak
mungkin jalan. Cepat naik!”
“tapi… emmm
oke” akhirnya Kevin menggendongku.
“kamu jadi
guru?” sambil menggendongku, Kevin bertanya.
“ya, karna setelah sukses mencintai diri
sendiri dan belajar agar menjadi pintar, aku ingin apa yang ku lakukan bisa
terus berguna, bukan hanya untukku tapi untuk orang lain juga. Akhirnya aku
putuskan untuk menjadi seorang guru.”
“jadi, kamu
banyak berubah?”
“tentu saja,
masa depanku masih belum berakhir, jadi setiap harinya aku akan terus berubah
untuk lebih baik.”
“tapi ada
banyak hal yang tidak berubah dari mu”
“emm… apa
itu?”
“pertanyaanku
selalu singkat, tapi jawabanmu selalu panjang” jawab Kevin sambil tertawa
perlahan.
“ih…
menyebalkan”
“sampai” perlahan-lahan
Kevin menurunkanku.
“emm, aku
tidak mau berterimakasih”
“aku juga
tidak mengharapkannya”
“Kevin!” aku
berteriak kesal padanya.
“langsung
mandi setelah itu tidur”
“kamu mau
langsung pulang”
“ini udah
malem banget”
“oh… yaudah
aku masuk dulu”
“besok aku
kesini jam tiga sore”
“lho,
ngapain?”
“kita
berkencan secara resmi. Cepat masuk ! Aku pulang” Kevin membalikan badannya dan
mulai melangkah pergi.
“aku
merindukan mu” perkataanku menghentikan langkah Kevin “selama ini aku hanya
memikirkan mu”
Kevin
membalikan tubuhnya dan menatap mataku dari kejauhan. “aku tau” dia tersenyum
dan melanjutkan langkah kakinya.
Ihhh… kukira dia akan berlari dan memelukku. Dia
masih sedingin dulu.
*14*
Berkencan secara resmi? Emmm aku nggak
sabar ketemu Kevin. Aku menghabiskan waktu untuk derdandan, dan memilih baju
yang cocok untukku. Tepat jam tiga sore, aku cepat-cepat merapihkan diri dan
membuka puntu untuk keluar.
Kita berdua
berkencan. Aku masih tidak percaya ini, kupikir mungkin saja ini hanya mimpi.
Tapi ini nyata, Kevin kembali dan mengajak ku berkencan. Kita menghabiskan
waktu berjalan-jalan ke tempat hiburan yang ada di bandung, kita berdua menaiki
beberapa permainan disana. Ini hari yang sangat menyenangkan. Setelah puas
bermain-main, kita makan malam di salah satu rumah makan, padahal aku sendiri
punya rumah makan tapi malah makan di rumah makan milik orang lain.
“aku masih
punya permintaan, kamu janji mau ngasih tiga permintaanka?, baru dua yang udah
dipenuhi, kamu ngilang gitu aja”
“ahh… Yah, kalau gitu cepat katakan apa
permintaanmu”
“kamu harus
bilang…” aku meminum jus yang ada di atas meja ku “kalau kamu mau jadi pacarku”
“ha…ha…”
Kevin tertawa lepas “bilang aja kalo kamu mau jadi pacar aku”
“yasudah kalo
nggak mau, aku juga nggak mau ketemu kamu lagi”
“aku nggak
mau kamu jadi pacar ku” Kevin memegang tanganku dengan erat.
“lalu untuk
apa kamu memegang tanganku? Cepat lepaskan !”
“aku kembali
untuk mengucapkan selamat tinggal, Nar” Kevin berhenti menggengam tanganku.
“terus kapan
mau balik lagi? Nggak apa-apa, aku akan menunggumu kok”
“bodoh!”
kevin mengetuk kepalaku.
“aa… aw...”
“Bukankah
dari awal aku menyuruhmu untuk tidak menungguku?” kata Kevin.
“tap-“
“kali ini aku
pergi dan nggak bakalan balik lagi. Jadi tidak usah menungguku” Kevin beranjak dari
tempat duduknya, menarik nafas dan meneruskan ucapannya “Kevin mencintai Kinar”
Saat ini aku
tidak bisa mengucapkan apapun, aku hanya terdiam untuk menutupi perasaanku yang
tercampur aduk. Sampai Kevin benar-benar menghilang dari pandanganku, aku terus
terdiam.
Epilog :
Cinta akan
selalu hadir menghiasi hidup ini. Setelah cinta pertama, maka akan datang cinta
yang kedua, lalu cinta ketiga, dan cinta-cinta selanjutnya. Tapi, cinta sejati
adalah cinta terakhir yang kita miliki. Karna itu, jika kita kehilangannya,
akan sulit menemukannya lagi. Tapi yang terpenting dari cinta adalah, berusaha
mencintai diri sendiri. Setelah mencintai diri sendiri, barulha kita layak
mencintai orang lain.
Kevin benar,
dia memang akan pernah kembali lagi. Satu minggu setelah pertemuan terakhirku
itu, dia meninggal. Ayahku bilang, sebenarnya selama ini dia mengidap kanker
otak.
Sampai
akhirpun, aku dan Kevin nggak pernah pacaran. Kita hanya berteman dari awal
cerita hingga habis episodenya kita tetep nggak jadian. Tapi meskipun kita
nggak pacaran, hubungan kita lebih dekat dari sepasang kekasih. Kisah ini yang
dia bawa sampai akhir kehidupannya, karena itu kisah ini tak akan pernah
kulupakan.
Kisahku ini
belum selesai, tapi aku harap cintaku akan selesai sampai disini. Karna aku
tidak akan menghabiskan waktuku untuk cinta. Bagiku, bukan cinta yang lebih
banyak menghiasi hidup, tapi mimpi dan usaha.
Aku yakin,
Ibu dan Kevin, akan bahagia melihatku di balik langit. Bentukan awan adalah
senyuman mereka, dan hujan adalah nasehat mereka, lalu pelangi adalah harapan
yang mereka titipkan padaku.
sedih nya... hikkss.. :'(
BalasHapusRani Kustiani punya...
BalasHapus