Minggu, 08 April 2012

NEXT LOVE




Prolog :
“Maaf yah ki” suara cewek di ujung perpustakaan itu terdengar di telingaku. Karna penasaran, aku langsung datang mendekati tempat suara itu berasal.
Kiki sama Dinda ? kayaknya mereka lagi ngomongin hal yang serius.
Sekarang aku tau ternyata suara itu berasal dari mulut dinda. Sekitar 8 bulan, mereka berdua udah pacaran. Padahal sejak kenal dan tinggal dikelas yang sama dengan Kiki, huah….. aku suka sama dia. Tapi karna dia udah punya pacar, yah, mau gimana lagi. Terpaksa aku pendem sendiri perasaan ini.
“kenapa” Kiki memandang mata Dinda
“aku rasa, sekarang….. udah waktunya emmm… kita put….” jawab dinda dengan ragu-ragu
“putus?” Kiki langsung memotong ucapan Dinda. “apa sebabnya?” Kiki meneruskan ucapannya.
“maaf” Dinda menundukan kepalanya. Dan nggak pake lama dia langsung lari keluar.
Oh my god ! putus? Aku nggak lagi mimpikan? Akhirnya mereka putus ! hati ku saat ini nggak bisa dikendalikan sama sekali. Seneng memang, tapi kalo liat muka Kiki yang sedih + kecewa+ marah, aku malah ikut kasian liat hubungan mereka yang putus gitu aja.
“Kinar” Kiki memanggilku.
Ohh.. ya ampun kenapa dia harus liat aku? “eh… Ki, mmm….. hallo?” mati deh ! pasti dia tau kalo dari tadi aku ngupingin mereka.
Kiki tersenyum kearahku, dan tanpa kata-kata apapun dia langsung pergi. Aku hanya bisa melihat punggungnya sampai hilang dibalik pintu.
*1*
Kinar merrysi nutfah, itu nama lengkapku. Sekarang aku siswa kelas 2 di salah satu SMA swasta di bandung. Di rumah  aku hanya tinggal dengan ayahku, karna satu minggu setelah kelahiranku, ibu meninggal. Slama ini teman terbaikku adalah Kevin, dia adalah sahabat, sekaligus kakak untukku. Karna ayah dan ibu kawin lari, nggak ada satupun kerabat yang bisa ku kunjungi, sampai sekarang aku nggak pernah tau siapa paman-bibi ku, dan kakek-nenek ku karna ayah nggak perna ngasih tau aku. Keluargaku hanya ayah, tante Lid (ibu Kevin) dan pak danu (ayah Kevin) yang selama ini jadi sehabat ayahku.
        Malam ini aku lagi nunggu Kevin didepan teras, tadi aku menyuruhnya untuk datang kerumah. Rumahnya tepat barada di depan rumahku, jadi nggak nyampe 1 menit, dia udah dateng kerumah.
        “ada apa?” Kevin membuka pagar rumahku.
        “ada PR yang sulit, bantu aku mengerjakannya yah” pintaku sambil menariknya masuk kedalam rumah
Sekarang kita duduk diruang tamu. Sebenernya, memang bukan masalah PR. Aku nyuruh dia datang karna pengen curhat tentang Kiki. Yah, sifatku ini memang sangat terbuka. Aku bisa curhat pada siapapun, jadi terkadang banyak kejadian salah faham antara aku dengan teman-temanku disekolah. Bisa dibilang, mulutku ini perlu ditambal [ha…ha..ha..].
Kevin melihat semua PR-ku, dia memang sering membantuku mengerjakan tugas, umurnya 3 tahun lebih tua dariku.
“cepat katakan !” kata Kevin sambil menutup buku-buku yang tadi dilihatnya
“apa?” tanyaku
“kamu nyuruh aku dateng, bukan buat bantuin ngerjain PR kan?”
“be…bener kok, PR-nya susah makanya aku nyuruh kamu dateng” basa-basi dikit nggak apa-apa kan?
“aku udah sering ngejelasin tentang rumus ini, dan aku tau sekarang kamu udah ngerti. Cepat katakan, ada apa?”
Apa boleh buat, dia udah tau jadi aku langsung ngaku aja “Kiki, tad-“
“ahh,, cowok yang fotonya ada di HP kamu dan kamu suka dia tapi dia udah punya pacar?”
“kebiasaan ! aku belum selesai ngomong pasti langsung dipotong”
“buakankah itu kelebihanku?” ha…ha…. Akhirnya aku ikut tertawa
“yee….. dasar” aku menghentikan tawaku “kiki putus sama pacarnya”
“benarkah?”
“iya? Tadi aku nggak sengaja nguping mereka berdua bicara di perpus.”
“kamu nggak berniat buat deketin dia kan?”
“aku niat”
“heh? Mana boleh”
“inikan keajaiban yang slama ini aku tunggu. Yah walaupun kedengerannya jahat, saat ini aku emang bahagia diatas penderitaan mereka, terutama Kiki.”
“bodoh” Kevin menyentil jidatku
“aaaa….. sakit !” aku mengusapkan tanganku kejitat yang baru aja disentilnya.
 “terus gimana? Aku nggak mungkin diem dan nunggu mereka balikan lagi, kan?”
“nggak usah ditungguin juga mereka pasti balikan lagi”
“kalo gitu sebelum mereka balikan, aku mau jadi pacarnya dulu
“terserah, lakuin apa aja yang bikin kamu bahagia” Kevin berdiri, dia langsung pergi dan masuk ke rumahnya.
mmm.. Cuma itu yang bikin aku bahagia?
*2*
Pulang sekolah tadi, aku dan kedua sahabatku disekolah mau ngerjain tugas kelompok dirumahku, mereka Irma, dan Dila. Ini pertama kalinya mereka kerumahku. Karna semua tugas kelompok udah selesai, sekarang waktunya kita santai. Sambil nonton TV, kita ngobrol-ngobrol tentang pelajaran disekolah tadi. Tapi, tiba-tiba aja obrolan kita malah nyeleweng ke sesi curhat tentang cowok. Irma udah punya pacar, bisa dibilang, sering pacaran. Tapi aku sama Dila belum pernah pacaran.
        “Nar, Kiki kan udah putus, coba deketin aja” kata Irma
Slama ini yang tau perasaan aku ke Kiki Cuma Irma, Dila, dan pastinya, Kevin.
        “dia kan masih sakit hati sama Dinda” jawabku
        “justru itu, kamu jadi penggantinya Dinda” kata Irma.
        “nih telpon dia” Dila menempelkan HP-nya ke telingaku “udah nyambung”
        “apa? Nggak ah apaan sih” aku menolak, tapi Kiki keburu ngangkat telponnya.
        “ada apa Dil” kata Kiki
        “ehh… emm… aku Kinar” aku bener-bener gugup, tapi mereka berdua malah sibuk ketawa.
        “ohh, Kinar. Ada apa?”
        “nggak ada apa-apa, mmmm… Cuma..Cuma.. eh kam-” aku bingung mo nanya apa
        “kamu suka sama aku?”
        Pertanyaan Kiki bener-bener aneh “apa?”
        “langsung aja, kamu mau nggak pacaran sama aku?”
        “iya” jawabanku saat itu keluar gitu aja padahal aku nggak tau apa maksudnya karna terlalu kaget.
        “tapi aku nggak mau kamu sakit hati kaya apa yang pernah aku rasain”
        Apa maksudnya? Aku makin bingung dan kaget aku nggak tau harus jawab apa. Tapi akhirnya, kita jadian dan menutup telponnya. Dibalik sifatnya yang diem, ternyata dia cepet banget ngajakin aku pacaran. Aku tau, dia nggak cinta sama aku. Tapi sekarang yang penting kita jadian.
        “apa katanya?” Tanya Dila sambil mengambil HP-nya
        “kita jadian” aku menjawabnya untuk meyakinkanku.
        “apa?” suara mereka yang kompak, membuyarkan pikiranku saat itu.
Tapi, tiba-tiba aja Kevin buka pintu dan masuk kedalam, Dila dan Irma melihat kearahnya. Sampai sekarang, aku emang nggak pernah ngenalin mereka. Tapi sekarang mereka berkenalan dan menyebutkan namanya masing-masing. Kita semua mulai lupa sama Kiki yang udah jadi pacarku.
        “apa itu?” tanyaku melihat kantung plastik yang dibawa Kevin
        “ice cream” dia langsung berjalan kedapur
        “wahh, cakep yah” kata Dila sambil tersenyum memandangku
        “kenapa? Kamu suka sama dia” kataku
        “kamu kok nggak pernah ngenalin ke kita” Tanya Irma
        “kamu juga ikutan suka sama dia” aku balik bertanya
        “yah” Irma duduk dan menyenderkan punggungnya ke kursi “karna aku udah punya ghio, cowok yang lebih aku sukai, jadi dia buat kamu aja Dil?”
        “kamu jangan suka sama dia ya Nar” dilapun duduk “kamukan udah punya Kiki”
        “Apaan sih?”
        “kalian ngomongin aku” Kevin kembali sambil membawa empat mangkuk kacil yang sudah terisi ice cream.
        “eh… nggak kok” muka Dila merah, dan terlihat malu.
        “kalo iya juga nggak apa-apa” Kevin memberinya ice cream itu dan tersenyum padanya.
Euhhh… genit deh!
Kita menghabiskan waktu gitu aja sembil makan ice cream, dan menonton TV, tapi Kevin langsung pulang setelah ice creamnya habis, dia nggak ikut ngobrol dan nonton TV sama kita. Nggak kerasa udah mau maghrib, pas banget Irma dan Dila pulang, ayah pulang barengan sama om Danu.
*3*
Sekarang hari minggu, jadi aku, ayah, tante Lid, om danu dan Kevin ngumpul bareng dirumahku. Biasanya bakar daging sapi, kalo nggak ayam. Tapi sekarang karna lagi pengen jagung bakar, akhirnya aku dan Kevin ngebakar jagung. Waktu lagi ngipasin jagung-jagung yang dibakar, HP-ku bunyi, ternyata Kiki. Nggak pake lama aku langsung angkat telpon itu.
“iya Ki?”
“lagi apa?”
“bakar jagung. Kenapa?”
“nggak apa-apa”
“kamu sendiri?”
“mikirin kamu”
Jelas banget kiki bohong. Ihh… pendiem apanya? Dia kok gombal banget!
“bentar ya Ki, tar aku sms” aku langsung menutup telponnya.
“Kiki?” Tanya Kevin
“emm… iyah”
“tumben nelpon, kalian udah deket?”
“sebenernya kemarin aku jadian sama dia”
“apa” Kevin terlihat kaget “ternyata kamu lebih bodoh dari yang aku bayangin”
“hey! Meskipun gitu, harusnya kamu pura-pura seneng, dan ucapin slamat”
“nggak mau”
“ihh, tadi aja dia telpon aku, itu artinya dia udah mulai lupain Dinda”
“kamu yakin cuma dengan hal sekecil itu?”
“ya…ya… maksud aku seenggaknya sekarang aku bisa deket sama dia”
“kamu cuma perban yang nempel buat nutupin lukanya. Setelah lukanya sembuh, dia pasti lepasin perban itu dan membuangnya, tapi Dinda adalah lukanya, meskipun sembuh dan nggak berdarah lagi, luka yang parah akan selalu berbekas.”
“kamu bener” aku diam menunduk “tapi yang penting aku bisa bantu dia menutupi lukanya”
Kevin tidak mengatakan apapun. Aku dan Kevin meneruskan pekerjaan kami, membakar jagung. Akhirnya jagung-jagung dan makanan lainnya siap dimakan. Ayah, tante Lid dan om Danu, mereka semua tertawa dan banyak bercerita. Tapi aku dan Kevin, sejak tadi terus terdiam. Sesekali kita saling bertatapan, tapi aku langsung menundukan pandanganku. Perkataannya memang benar, aku hanya sementara buat Kiki, tapi aku suka melakukannya, meskipun nggak tau apa yang akan terjadi nantinya.
Ayah dan orang tua Kevin masih dirumahku, tapi Kevin mengajakku berjalan-jalan disekitar rumah.
“maaf, aku nggak bermaksud buat ikut campur sama urusan kamu” Kevin memulai pembicaraan kita.
“itu karna kamu terlalu peduli”
“terus kamu tau dong apa maksud aku”
“kamu mau aku putus sama Kiki?”
“bodoh… aku kira kamu ngerti”
“emang apa harusnya”
“sudahlha, lupakan” Kevin merangkul bahuku “ayo pulang”

*4*
Hari pertama aku ketemu sama dia sebagai pacarku, adalah hari senin. Hari ini gossip udah nyebar, hampir semuanya tau kecuali guru-guru. Aku ngerasa malu sama Dinda, karna macarin bekas pacarnya. Tapi sekarang juga Dinda udah pacaran lagi sama adik kelas, brondong. [ha...ha…]
Walaupun saat ini umur kita masih kecil untuk pacaran, tapi semua yang kita hadapi sekarang hanya tentang cinta dan masa depan. Kita hanya anak remaja yang lagi sibuk mengungkap diri kita sebenarnya, dan mencoba untuk mulai mengenal cinta.
Hari-hari jadi pacarnya Kiki terus berlalu, sekarang udah hari kamis, sekitar 5 hari aku udah jadi pacarnya. Baru 5 hari, memang. Tapi sakit hati yang aku rasain lebih dari 5 kali. Semakin hari, dia makin nunjukin kalo dia nggak bisa lupain Dinda, tapi apa yang harus aku lakuin? Aku nggak bisa mutusin dia, karna aku pikir aku makin suka sama dia.
Aku bener-bener berubah jadi orang yang konyol. Setiap kali marasa sedih karnanya, aku tidak bisa melakukan apapun. Bahkan, aku jarang sarapan dan satu hari hanya menghabiskan beberapa sendok nasi. Tapi setidaknya, aku masih bisa mengerjakan tugas sekolahku dengan baik. Minggu ini memang lagi numpuk-numpuknya tugas makalah, dan waktu mengerjakan tugas-tugas itu aku berhenti mikirin Kiki.
Hari ini hujan deras, jadi aku nggak bisa pulang sebelum hujannya reda. Sambil nunggu hujan reda, aku dateng kekelas Kiki. Entah apa yang membuatku berani untuk dateng ke kelasnya, tapi kakiku melangkah sesuai hatiku.
“aku mau kamu jujur” aku dan Kiki memulai pembicaraan.
“apa?”
“kamu masih suka sama Dinda,kan?”
“iya”
What? Dia jawab pertanyaan itu tanpa rasa bersalah dikitpun?
“terus... kenapa macarin aku?”
“emang nggak boleh yah?”
Keterlaluan ! dia lebih menyebalkan dari apapun.
“yaiyalah, kamu tuh jadiin aku pelampiasan”
“oh….”
Ohh? Cuma oh…? Wah dia bener-bener rese !
“yaudah, ayo pulang ! mumpung hujannya udah mulai reda”
Akhirnya aku ngebiarin dia buat nggak maksain perasaannya dulu, asalkan dia belajar buat lupain Dinda. Meskipun hatiku udah disayat tipis-tipis saking tipisnya sampe nggak bisa diliat, aku nggak bisa ngambek. Sekarang aku pasti jadi pacar paling pengertian dibumi ini. Kita nggak putus, meskipun aku tau Kiki nggak suka sama aku. Karna aku nggak mau putus. Bodohnya aku!
Hujannya emang mulai reda, tapi hujan dihatiku masih deras banget, aku cuma bisa nyembunyiin semuanya dibalik senyuman. Aku berjalan, mungkin sepuluh langkah lebih depan darinya, karna saat itu dia pulang sama teman-temanya. Dan aku juga nggak sendirian, Irma udah pulang dijempun Ghio, pacarnya jadi aku pulang bareng Dila.
Yah, aku terus berjalan dengan pelan biar bisa bareng sama dia. Sementara hujan kembali deras dan makin deras, aku yang udah basah dari ujung rambut ke ujung sepatu, malah dicuekin gitu aja. Tanpa kata apapun dia dan teman-temannya itu langsung berlindung dibawah atap toko.
“ayo naik angkot aja” kataku sambil langsung naik kedalam angkot yang udah ngetem dari tadi.
Dila ngikutin aku masuk ke dalam angkot. Dila nggak ngomong apapun, mungkin dia tau apapun yang dia omongin cuma bikin aku kesel. Beberapa menit kemudian aku sampai, tapi Dila masih harus naik angkot karna, rumahnya lebih jauh dari rumahku. Meskipun udah nyampe, aku masih harus jalan kaki. Aku sengaja membiarkan tubuhku basah sebasah-basahnya dibawah hujan. aku terus berjalan, sampai akhirnya, lima langkah lagi, nyampe rumah, tapi tiba-tiba aja Kevin menarik tanganku dan memeluku.
“dasar bodoh” Kevin masih memeluku.
“aku sedih. Seharusnya kamu ngehibur aku”
“aku lagi ngehibur kamu”
“apa? maksudmu dengan memeluku?”
“hanya ini yang membuatmu nyaman sekarang”
Saat hujan nggak ada siapapun yang keluar, hanya ada aku dan Kevin dijalan yang sepi dan di bawah tetesan air. Benar, aku merasa nyaman. Ini lebih dari cukup untuk menghiburku. Waktuku seperti membeku, aku berhenti memikirkan Kiki dan semua sakit hati yang dia sebabkan.
Sekarang semuanya gelap, tak ada cahaya yang bisa kulihat. Hanya ada warna hitam. Tapi sedikit demi sedikit, aku mulai melihat cahaya.
“kinar, kamu udah ngerasa baikan?” aku yakin suara itu, suara tante Lid.
Aku belum sadar sepenuhnya, tapi beberapa detik kemudian, di depan mataku akhirnya aku melihat tante Lid. Aku mulai memperhatikan tempatku terbaring. Ternyata kamarku. Tapi, kenapa tiba-tiba dikamar?
“syukurlha, kamu udah sadar” kata tante Lid
“berapa berat badan mu itu?” Kevin tiba-tiba aja muncul dan dia membawa semangkuk bubur hangat “kamu lebih berat dari kelihatannya”
“apa maksudmu?” aku memutar otakku untuk mengingat apa saja yang terjadi
Kevin meletakan bubur itu di atas meja “cepat habiskan”
“yang baik dong nawarinnya” tante Lid mengambil mangkuk itu dan dia menyuapkan sesendok bubur kemulutku. “tante suapin yah”
Setelah buburnya habis, aku tidur lagi. Tante Lid udah pulang, katanya dia mau nyiapin masakan buat om danu.
Aku memang tertidur saat ini. Tapi aku bisa ngerasain kalo ada orang yang me-lap wajahku dengan handuk hangat. Aku kira ayah, tapi ternyata waktu ngebuka mata, yang ada cuma Kevin.
“kenapa masih disini?” suaraku lemas.
“mau minum?”
“emm…” aku tersenyum dan mengangguk.
“aku udah mutusin hubungan kamu sama Kiki” Kevin memberiku segelas air putih.
“dari mana kamu tau semuanya?“
“Dila menelpon dan memberi tau semuanya”
“hah? Dari mana dia tau nom-?”
“jangan pernah menyukainya, walaupun hanya sedetik”
“kenapa?”
“kamu bahagia dijadiin perbannya?”
“awalnya aku kira meskipun jadi perbannya, aku bisa bahagia asalkan dia didekatku.”
“ kau masih terlalu kecil untuk memikirkan cinta” Kevin meletakan tangannya di atas kepalaku dan mengelusnya perlahan-lahan.
“aku tau” jawabku singkat
“kamu masih anak SMA sedangkan aku sudah kuliah, tapi apa kamu pernah melihatku lemah karna hal ini?” kevin mengangkat kembali tangannya
“itu karna kamu terlalu dingin, makanya kamu nggak pernah mencintai ataupun… dicintai”
“jadi menurutmu begitu?” Kevin berjalan keluar dari kamarku “kamu salah. aku sempat pacaran…” Di dekat pintu dia menghentikan langkahnya “tapi, mulai sekarang aku nggak akan mempedulikan hal yang nggak penting”
Dia keluar dan menutup pintu kamarku. Pikiranku saat ini terus berputar-putar tentang maksud perkataannya. pasti cinta pertamanya bikin dia sakit hati, makanya dia nggak pernah peduli tentang hal itu lagi. Hati ku terus menebak apa yang pernah terjadi padanya. Kadang dia menjadi sangat humoris dan selalu tersenyum, tapi dia bisa berubah menjadi orang yang nggak banyak bicara dan selalu membuatku penasaran.
*5*
Meskipun udah putus, tetep aja nggak semudah itu lupain dia. “jangan pernah menyukainya, walaupun hanya sedetik” . kata-kata kevin kemarin masih terdengar jelas di telingaku ini. Yah, dia benar, aku nggak boleh menyukainya. Mana mungkin aku terus suka sama cowok yang udah ngerendahin aku tanpa rasa bersalah sedikipun.
Tiba-tiba aja Irma datang dan membuyarkan pikiranku “kenapa Nar” dia duduk di sebelahku.
 “Kayaknya terlihat jelas ya, kalo aku lagi benet-bener BT”
“ada apa?”
“aku putus sama Kiki”
“laki-laki kan bukan dia aja”
“emmm…. Yah” aku mengangguk dan tersenyum.
Pulang sekolah, Albar cowok yang sekelas juga denganku datang menghampiriku dan dia bertanya tentang nomor ponselku. Selama ini, aku memang nggak terlalu deket sama cowok-cowok yang ada dikelas ku ini. Akhirnya aku sama Albar tukeran nomor ponsel.
Sejak hari itu kita jadi lumayan dekat, karna sering telpon-an atau sms-an. Sekarang aku berdiri dihadapan cewek berambut panjang ini.
“ini novita, pacar aku” kata Albar.
“hallo? Aku Kinar” aku mengulurkan tanganku, dan kita saling berjabat tangan untuk salam perkenalan.
“kamu temennya Albar?” cewek itu tersenyum kepadaku.
“yah, baru-baru ini sih?” jawabku singkat.
“kalian ngobrol aja, aku beli minuman dulu” kata Albar.
Kita berdua mengangguk dan mulai ngobrol lagi.
“kamu ketemu Albar dimana? Kita kan nggak satu sekolahan, aku baru tau kalo ternyata dia punya pacar”
“secara kebetulan sih. Dari kecil kita temenan, sampai umur 7 tahun. Sejak itu aku pindah dan nggak ketemu dia lagi, dan secara kebetulan, aku ketemu dia pas udah gede trus kita jadian”
“wahh… kayak sinetron aja”
HP-ku bunyi dan nggak pake lama aku langsung mengangkat telpon yang masuk, ini dari kevin.
“ada apa, Vin”
“kamu dimana?”
“aku lagi maen sama temen”
“siapa? Irma, Dila?”
“bukan, tapi Albar”
“siapa? Cowok baru yang kamu taksir?”
“bukanlha ! dia udah punya cewek, sekarang aku lagi dikenalin sama ceweknya”
“yaudah, sekarang langsung pulang aja yah. Ayah kamu mau ngomongin hal yang penting” Aku langsung menutup telponnya, dan pamitan sama novita.
Setelah sampai dirumah, aku liat Kevin duduk di teras rumahku. Aku langsung berjalan mendekatinya dan berdiri dihadapannya. Sekarang cowok  yang putih+tinggi+berhidung mancung itu berdiri dihadapanku dan terus menatap mataku.
“kenapa kamu di luar, vin?” aku bertanya, tapi dia hanya berdiri dan melihatku “ayo ma-“
 Deg, suara jantungku berdetak keras.
Kevin memelukku dan membuatku nggak bisa meneruskan ucapanku. Dia masih memelukku dan jantungku terus berdetak. Tubuhku saat ini nggak bisa bergerak, pelukannya seperti membekukan waktuku. Memang bukan pertama kalinya dia memelukku, tapi ini perasaan  yang pertama didekatnya. Tapi, sekarang Kevin melepaskan pelukan itu. Dia memegang pundakku dan terus menatapku hingga beberapa detik.
“jangan kecewa, sama apapun yang terjadi di dalem” kata Kevin.
“apa maksudnya?” aku menjawab dengan bingung.
“janji, nggak akan kecewa?”
“hey ! kenapa sih” aku melepaskan tangannya yang memegang pundakku “emang di dalem ada apa? ayo masuk”
Aku masuk tapi Kevin nggak ikut masuk. Di ruang tamu, ayah, om danu, tante Lid, asyik ngobrol sama perempuan yang nggak aku kenal.
“kamu pasti Kinar kan?” perempuan itu berdiri dan mengulurkan tangannya.
Aku langsung menjabat tangannya dan tersenyum “iya”
“ayo duduk, ayah mau bicara”
“kenapa yah?” aku duduk di sebelah tante Lid.
“ini tante Desi. Tapi satu minggu lagi kamu panggil aja dia mamah atau ibu” ayah tersenyum.
Jadi ini maksud Kevin, pikirku.
 Semua orang yang ada diruang ini terlihat bahagia, kecuali aku. Ini nggak munggkin bikin aku baik-baik aja. Kalo ayah nikah sama perempuan ini, berarti dia gantiin ibu di hati ayah. Aku cuma bisa diam, dan terus diam. Sampai akhirnya aku ijin untuk masuk kamar.
Kenapa ayah bisa lupain ibu? Padahal jelas-jelas ibu lebih cantik dari pada perempuan itu. Aku terus dan terus memikirkan pernikahan ayah yang akan terjadi satu minggu lagi, aku nggak mungkin ikhlas liat ayah nikah lagi dan lupain ibu, tapi aku juga nggak mungkin bilang nggak setuju. Aku hanya bisa diam melihat semuanya terjadi.
*6*
        Aku, Irma, Albar, sama Ghio pacarnya Irma, lagi jalan-jalan ke pameran. Sebenernya kita udah sering jalan bareng, dan aku mungkin mulai suka sama dia. Tapi sebisa mungkin –jangan sampe-.  Aku yang ngajak mereka pergi, karna aku sebel nerima kenyataan kalo pernikahan ayah tinggal tiga hari lagi. Tadinya aku mau ngajakin Kevin, tapi tante Lid bilang, Kevin nggak ada dirumah.
Waktu jalan, aku makin deket sama Albar, bahkan secara refleks  dia sempet mengelus kepalaku dengan cepat, dan tanpa disengaja aku berkali-kali memegang tangannya. Aku lupa tentang Kiki. Yah, sejak ketemu Albar, aku nggak inget lagi sama sakit hati aku gara-gara Kiki. Dan, kita juga nggak pernah ngobrol setelah kejadian itu.
Karna udah makin malem, kita semua pulang kerumah masing-masing, tapi Albar nganterin aku pulang dulu. Yah, walaupun jalan kaki, seenggaknya ada yang nemenin, dari pada sendirian.
“sampai sini aja” belum sampai dirumah aku udah nyuruh dia berhenti nganterin aku, karna kalo nyampe rumah, ayah bisa marah.
“beneran”
“iyah, makasih yah?”
“buat apa? yaudah aku pergi yah, dah”
“dah”
Hmmm…. Dinginnya. Tinggal beberapa langkah lagi, aku udah sampai dirumah. Tapi dari tadi kenapa Kevin nggak nelpon aku yah? Biasanya kalo nggak ketemu seharian dia langsung nelpon. Akhirnya sampai tapi, di depan pagar rumahnya, Kevin lagi berdiri sama cewek.  Siapa cewek itu? Mungkin…… yah mungkin aja itu cewek yang jadi cinta pertamanya. Sekarang cewek itu pergi, kenapa Kevin nggak nganterin dia pulang? Aku terus memperhatikan cewek itu. Sampai akhirnya, tanpa disadari Kevin datang mendekatiku dari belakang.
“dia cantikkan”
“emmm… bahkan dari jauhpun terlihat cantik. Pantes aja Kevin suka banget sama dia”
“Viana, itu namanya”
“ohh…” aku masih melihat cewek itu, sampai akhirnya aku sadar kalo sejak tadi aku ngobrol sama Kevin. “ya ampun” begitu ingat, aku langsung membalikan badanku.
“dari mana aja?” kata Kevin
“baru sekarang kamu nanyain itu, kenapa nggak telpon? Asyik banget sama dia”
“siapa? Viana?”
“yah siapapun dia” aku membuka pagar rumahku. “dia cinta pertama mu kan?”
“mmm…bisa dibilang gitu”
“sejak kapan?”
“Satu tahun yang lalu. Kenapa?”
“nggak apa-apa? ah iya, aku mau cerita, masuk yuk kita duduk dulu di teras”
Kita berdua duduk diteras rumahku. Aku mulai menceritakan semuanya ke Kevin, semua tentang Albar.
“jadi intinya kamu suka sama Albar?” Tanya Kevin.
“kayaknya” aku masih bingung dengan perasaanku.
“jangan. Albar sama aja kayak Kiki, akhirnya dia pasti ninggalin kamu”
“kenapa?”
“ahh… Sudahlha ! lakukan saja apa yang kamu mau, nanti setelah kamu ngerasain sakitnya, cari aku”
“setelah aku mencarimu, lalu apa yang akan kau lakukan”
“apa yah? Mungkin ….. mengacuhkanmu dan membuatmu terus terluka” Kevin tertawa.
“ihhh…. Terus apa gunanya aku nyari kamu ?”
“aku bercanda. Yang jelas, mungkin saat itu aku akan menjadi angin”
“angin?”
“membuatmu merasa sejuk , meskipun hanya sebentar”
“kenapa sebentar”
“karna setelah itu kamu mungkin bakal nemuin cinta kamu yang selanjutnya setelah Albar” Kevin berdiri dari tempat duduknya semula “kamu itu gampang banget jatuh cinta. Cepat masuk dan tidur”
 Dia benar. Aku emang gampang banget jatuh cinta. Belum beres sakit hati sama Kiki udah suka sama Albar. Sekarang, saat ini rasa sukanya harus berhenti. Karna nggak mungkin aku ngerusak hubungan orang.
*7*
Gawat ! pada akhirnya aku beneran suka sama Albar. Terus gimana? Perasaan ini dateng karna aku terbiasa di dekatnya. Tiap hari kita telponan dan tiap hari kita ketemu. Tapi disisi lain, aku pengen ketemu Kevin, udah dua hari dia nggak nemuin aku dan semua panggilanku nggak di angkat. Tiap kali kerumahnya, dia nggak ada. Dia sibuk sama pacarnya, itu pasti. Kayaknya malam itu, mereka balikan lagi. Tapi itu hak Kevin, aku nggak boleh ikut campur.
Sekarang, aku lagi merhatiin bintang bareng Albar lewat telpon. Karna nggak mungkin kita ketemu, secara sekarang udah malem banget.
“bintang yang paling terang itu aku” [ha..ha..ha..] aku mulai narsis
“apa? PD banget”
“emmm…. Keliatan nggak bintangnya?”
“iya keliatan”
“kamu bulan itu” aduh, aku malah bilang gitu.
“kenapa?”
“karna bulan di kelilingi banyak bintang, bulannya kamu dan bintangnya novita sama aku” ehhh kenapa mulutku ini malah bikin harga diriku turun.
“kamu suka sama aku?”
“sebenernya iya” maaf deh novita, aku nggak bermaksud bikin hubungan kalian runyem. “kalo kamu”
“aku juga suka sama kamu, tapi aku masih punya novita”
“yang bener”
“iyah”
“aku nggak maksa kamu putusin novita kok, aku cuma penasaran aja kenapa tiba-tiba kita deket”
“yah, aku deketin kamu karna aku pengen deket sama kamu”
OMG….!!! Jadi dia juga suka sama aku? Wah aku nggak nyangka. Aku ngerasa bersalah banget sama novita, tapi saat ini aku juga nggak bisa ngendaliin perasaan aku sendiri.
*8*
Malam ini ayah beneran nikah sama perempuan yang namanya desi. Aku nggak mau ayah menikah, tapi aku juga mau liat ayah bahagia. Pernikahannya nggak ngundang banyak orang. Yah… ayah nggak punya siapa-siapa selain aku, om danu, tante Lid, dan Kevin. Pernikahannya tanpa resepsi, jadi cuma ijab Kabul doang. Itu keinginan mereka berdua, karna keduanya udah pernah ngerasain berdiri di depan tamu undangan dan salaman sama setiap orang. Ternyata tente Desi juga pernah menikah sebelumnya, tapi dia udah lama cerai.
Sekarang udah waktunya pulang sekolah, tapi aku, Irma, Dila lagi ngumpul bareng makan bakso di kantin sekolah
“Nar, terus gimana kelanjutan kisah kamu sama Albar?” Tanya Irma.
“mana aku tau? Dia udah punya pacar, kalian kan tau”
“yaudah, Dil kamu bantuin dia aja” kata Dila.
“apa?” jawab Irma.
“kamu ajak dia ngobrol trus Tanya-tanya tentang Kinar” kata Dila.
“kenapa aku? Aku kan nggak terlalu deket sama dia” tanya Irma.
“yaudah kalo gitu kita berdua aja” jawab Dila.
Kebetulan kita bertiga tau kalo Albar lagi ada di perpustakaan. Jadi Irma sama Dila nyamperin Albar di perpus, dan aku ngikutin di belakang. Jadi, pas mereka lagi ngobrol, aku bisa denger semuanya secara langsung dari mulut Albar. [ha…ha..ha..]
“bar, kamu serius suka sama Kinar?” Tanya Irma
“kenapa tiba-tiba nanya gitu?”
“nanya aja, kalian udah pacaran?”
“nggak lah”
“trus kenapa deketin dia, bilang suka lagi sama dia”
“dia yang duluan bilang suka, kalo aku sih cuma suka sama Novita. Kinar, dia cuma mainan biar nggak bosen kalo lagi ada masalah”
“apa? mainan?” Irma dan Dila membentak Albar
Prak… Prak… Prak  aku bisa membayangkan suara hatiku yang pecah. MAINAN? Gila! Seharusnya sejak awal aku nggak percaya sama omongannya dia. Jelas-jelas dia udah punya cewek. Aku nggak bisa berdiri lama-lama disini. Keterlaluan, mana boleh dia ngerendahin aku. Nggak pake lama setelah ngedenger semuanya, aku lari dan Albar melihatku, berkali-kali dia memanggil namaku, tapi aku terus berlari dan langsung pulang kerumah.
 Dihalaman rumah Kevin, akhirnya aku liat Kevin yang lagi asyik ngobrol sama cewek malam itu, Vania. Sekarang, apa mereka beneran udah jadian? Pantas aja Kevin nggak pernah ada waktu lagi buat aku.
Aku mohon, datang dan hibur aku saat ini, aku butuh kamu, Kevin. Hanya hatiku yang mampu mengatakannya.
Om Danu, tante Lid, dan ayah sibuk siap-siap. Aku masuk kerumah dan langsung ke kamar, akhirnya aku ketiduran.
“cepat bangun” suara Kevin yang sedang membangunkanku terdengar jelas.
“mmm..” aku mulai membuka mata untuk memastikan.
Benar, ini Kevin. Aku tersenyum melihatnya. Sejak tadi aku sengat ingin bertemu denganya.
“cepat mandi dan siap-siap”
“mmm.. yah” aku tersenyum, karna akhirnya bisa melihatnya dan mendengar ucapanya lagi.
“kamu, baik-baik aja kan?”
“bukankah aneh kalo aku baik-baik aja?”
“jadi kamu nggak mau ayah kamu menikah”
“yah, tapi itu hak ayahku. Aku hanya bisa diam”
*9*
Sekarang ayah resmi menjadi suami tante Desi, yang sekarang resmi juga menjadi  ibu tiriku. Malam ini ayah langsung kerumah tante Desi, aku pindah kerumahnya besok. Aku harus menyiapkan semua barangku di rumah yang slama ini ku tempati. Karna hadiah pernikahan yang ayah kasih sama tante Desi adalah sebuah rumah, jadi kita harus pindah kerumah itu.
Kevin mengantarku kerumah tante desi dengan mobil ayahnya, karna banyak buku dan baju yang harus ku bawa, aku nggak mungkin pergi sendirian. Jadi Kevin membantuku. Sepanjang jalan, kita berdua nggak ngeluarin suara apapun, diam dan terus diam.
Sekarang kita berdua sampai dirumah ini, dan duduk di ruang tamunya. Rumahnya cukup besar, ini hadiah pernikahan yang ayah kasih buat tante Desi. Jelas, kalo ayah cinta banget sama tante Desi. Semoga aja ibu ikhlas.
“sekarang kita mau ke villa” kata tante Desi.
“villa? Kapan?” tanyaku
“sekarang juga. Jadi cepet simpen barang-barang kamu kekamar, trus bawa beberapa baju ganti buat nanti di villa” jawab ayah.
“trus Kevin?” aku berharap dia ikut.
“nanti juga tante Lid sama Om Danu nyusul, jadi tar mereka bawa baju kevin, yaudah sekarang juga kita berangkat”
Aku sudah menata kamarku, tapi disebelahnya ada kamar kosong. Aku nggak tau itu kamar siapa, mungkin kamar buat tamu yang dateng. Akhirnya semuanya beres, sekarang kita semua berangkat ke villa nya tante Desi. Sekitar satu jam lebih, kita semua sampai. Tapi, di villa itu ada  laki-laki yang duduk di terasnya. Semakin dekat, akhirnya semakin jelas aku melihat wajahnya.
Albar? Kenapa dia disini?, tanyaku dalam hati.
Apa? ternyata laki-laki itu Albar. Kenapa dia harus muncul setelah apa yang baru saja dialakukan?.
“ayah, mah, selamat” Albar mencium tangan tante Desi dan ayah.
“ayah? Wah dia kayak yang udah terlatih banget ngomong gitu” suara ku pelan dan hanya terdengar oleh Kevin.
“kenapa? Salah? itu artinya dia bisa menghormati ayah kamu” kata Kevin.
“dari tadi, baru sekarang kamu bisa ngomong” aku berjalan lebih dekat menghampiri ayah, tante Desi dan Albar “jadi tante udah punya anak?”
“Kinar ! sekarang kamu harus panggil mamah” ayah membentakku.
“nggak apa-apa Yah, Kinar pasti belum terbiasa” tante Desi memegang pundakku “iya Nar, ini anak tante, namanya Albar”
“dia kakak kamu. Umurnya memang sama kayak kamu, tapi dia delapan hari lebih dulu lahir sebelum kamu” kata ayah.
“aku tau” jawabku singkat.
“oh iya, kalian kan satu sekolahan yang sama iyakan?” kata tante Desi.
“kita bahkan berada di satu kelas yang sama” jawabku dengan nada yang datar.
Yang bener saja. Orang yang baru aja nyakitin aku, sekarang jadi kakak tiriku. Dan sepertinya kamar kosong disebelahku itu bakal ditempatin dia. Dunia ini sempit sekali. Saat berharap nggak bisa liat dia lagi, mulai sekarang dia selalu di sekitarku. Ahhh … Kenapa slama ini ayah nggak bilang kalo tante desi punya anak, dan kenapa anaknya harus Albar.
Sekarang udah malam, tante Lid dan om Danu udah ikut gabung disini. Kita semua ngebakar ikan. Sejak tadi, Albar pasti sama kagetnya kayak aku. Sempai sekarang dia diam dan nggak ngomong apapun. Sementara para orang tua sibuk ngebakar ikan, aku pergi jalan-jalan disekitar villa sendirian, dan akhirnya duduk di sebuah taman sambil memperhatikan bintang-bintang yang terus berkedip.
 “Aku ingin semua ini nggak pernah terjadi” aku berbicara pada bintang-bintang itu,  Aku berusaha menyembunyikan rasa sakit hati ku yang baru saja aku dapetkan kemarin.
“kenapa kamu suka banget liatin bintang?” tiba-tiba Kevin datang dan duduk di belakangku.
“kemana aja kamu?” aku membalas perkataan Kevin dengan sinis.
“maaf” Kevin menyandarkan punggungnya di punggungku. Akhirnya kita berdua saling bersandar.
“saking sibuknya pacaran, kamu lupa sama aku”
“aku nggak sibuk pacaran, tapi aku lagi menghindar dari kamu”
“apa? kenapa?”
“biar kamu tau, sepenting apa aku buat kamu”
“ihhh… apa maksudmu?”
“bukankah, sekarang kamu nunggu-nunggu aku dateng. Sekarang certakan semuanya”
“terlalu panjang”
“cerita kamu slama ini juga selalu panjang”
Aku menarik nafas panjang dan menceritakan semunya, selengkap-lengkapnya sama Kevin.
“sekarang, kamu tau apa yang harus kamu lakukan?” Tanya Kevin setelah mendengar semua ceritaku.
“apa?”
“buat dia suka sama kamu”
“nggak bisa lha, dia cuma nge-laba doang, nggak ada maksud buat serius”
“mulai sekarang kamu kan serumah, jadi semakin lama, kamu bakal jadi kebiasaan dalam hidupnya” Kevin berdiri dan menarik tanganku “ayo, yang lain pasti mencari kita”
*10*
Sekarang, aku sudah ada di rumah baru ini. Kata-kata kevin itu, memang benar. Jadi, semogas aja aku bisa jadi kebiasaan untuknya. Kiki udah nggak pernah nongol lagi di pikiranku. Tapi itu nggak jadi masalah, meskipun awalnya dia cinta pertama, tapi karna sekarang aku sudah menemukan cinta selanjutnya, jadi GOOD BYE, KIKI ! cinta selanjutnya, Albar. Meskipun udah memainkan ku, aku masih suka sama dia. Sekarang satu-satunya alasan kenapa aku tetep tinggal dirumah ini adalah Albar. Tapi kalo dia udah suka sama aku semoga aja aku udah lupain dia, jadi aku bakal ninggalin dia. Aku akan mencoba saran Kevin. Yah… berhasil atau nggaknya, liat aja nanti.
Serasa punya keluarga baru. Ayah, dan ibu lengkap, dan ada satu orang kakak. Ini suasana baru dalam hidupku. Meskipun yang kuharapkan bukan tante Desi dan Albar, karna aku mau ibu yang duduk di meja makan ini bareng aku dan ayah.
“nanti Kinar kesekolahnya bareng Albar aja, naek motor yang baru ayah hadiahkan ke Albar” tante desi memberiku roti selai coklat.
“oh…” aku memandang Albar “jadi ayah ngasih dia motor, dan ngasih tante ini rumah?”
“Kinar ! yang sopan! Panggil mamah bukan tante” ayah membentakku.
“cepat berdiri ! aku harus kesekolah sekarang” aku berdiri dan memakai tas ku
Ini hebat ! aku kesekolah bareng Albar. Entah apa yang bakal di bicarakan semua orang di sekolah. Yang jelas mereka pasti bingung. Ternyata kalau dibawa seneng, semua ini luar biasa, aku jadi bisa lebih deket sama Albar. Yah, sekarang aku adalah wanita terbodoh yang terus mengharapkan cowok yang udah punya pacar dan pernah bikin hatikku terpecah-belah. Tapi selama aku merasa aku suka sama dia, aku bakal terus suka sama cowok nyebelin ini sampai aku bosen.
“kamu puas?” aku mulai bicara.
“maaf?”
“setelah bikin hati aku makin parah dari sebelumnya, sekarang kamu malah jadi kakak ku”
“aku nggak bermaksud nyakitin kamu”
“trus apa? bermaksud mainin”
“ kalo aku belum punya pacar, aku juga pasti pacaran sama kamu”
“tapi sayangnya aku nggak tertarik jadi pacarnya orang yang suka main-main sama cewek padahal jelas-jelas udah punya pacar” aku sok nggak peduli.
“kamu yang duluan bilang suka jadi jangan nyalahin aku”
Ihh…… nih cowok rese banget ! kenapa aku pikir aku suka sama dia?
“terus harus nyalahin siapa? Ibu kamu yang udah lahirin kamu?”
“kamu boleh benci sama aku, tapi aku mohon anggap dia ibu kamu sendiri”
                 “aku nggak mau karna dia memang bukan ibu ku”
Sampai  di sekolah, Albar nggak ngomong apa-apa lagi. Dan sekarang waktu duduk di kelas, Irma dan Dila sibuk nanya-nanya apa yang udah terjadi. Mereka pikir aku udah jadian sama Albar. Tapi akhirnya aku certain semuanya, dan sekarang mereka tau. Bel tanda masuk berbunyi, sekarang pelajaran dimulai—
Pulang sekolah aku sengaja kerumah Kevin dulu, tapi ternyata tante Lid bilang Kevin lagi keluar, katanya sama cewek. Pasti, Viana. Yasudahlha, akhirnya aku bantuin tante Lid yang sibuk masak buat makan malam. Saking asyiknya, sampai lupa waktu. Semua makanan udah jadi, sekarang tinggal nunggu Kevin dan om Danu.
Om Danu udah pulang, dan setelah beberapa menit, akhirnya Kevin juga datang. Tapi, dia nggak sendiri. Viana, datang bareng Kevin. Sebel… aku kan dateng pengen ketemu dan ngobrol banyak sama Kevin, tapi sekarang, malah ada Viana. Kita semua makan bareng, tapi aku nggak bisa berhenti merhatiin Kevin yang terus-terusan ngobrol sama Viana.
“kamu kok nggak makan” Tanya Viana so –akrab-
“emm, iya” jawabku singkat.
“biasanya juga kamu nambah terus” Kevin melihatku. “kenapa lagi diet?” mereka tertawa menyindirku.
“ihh… Rese deh” jawabku kesal sambil menyuapkan sesendok besar nasi kemulutku.
“wahh… Jadi sekarang udah rakus lagi?” Kevin meminum air di gelas yang tersedia di sebelah piringnya.
“uhk…uhk” karna kesal, aku malah tersedak.
Kevin langsung memberikan gelas yang ada di tangannya lalu membantuku memunim air itu. Setelah meminumnya, selama beberapa detik, aku menatap matanya yang sangat-sangat-sangat dekat dengan mataku, mungkin jaraknya hanya 1cm, deg-deg-deg. Sampai akhirnya, tante Lid berdeham dan memberikanku tissue.
“pelan pelan dong makannya” kata tante Lid.
Aku hanya membalas perkataan itu dengan senyuman malu. Aku mulai gupup dan terus diam. Kalo tau gini aku nggak akan dateng kerumah ini.
Uuhhh… aku bisa gila !
                 Semua makanan sudah habis. Viana juga udah pulang. Sekarang aku lagi nyuci semua piring yang kotor. Tante Lid nyuruh aku langsung pulang, tapi aku males dirumah. Akrirnya tante Lid ngebolehin, tapi harus di bantuin Kevin. Karna sejak kecil hidup tanpa ibu, dan ayah sibuk kerja, jadi aku sudah terbiasa dengan hal-hal kayak gini. Mulai dari masak, cuci piring, beres-beres, dan nyuci baju, aku bisa mengerjakan semuanya.
“kamu gugup?” Tanya Kevin.
“aku sama sekali nggak gugup?”
“yang bener?” Kevin mendekat, dan akhirnya wajah kita sekarang sangat dekat seperti tadi.
Deg, jantungku berdetak kencang lagi. Saat ini aku kaku tapi aku harus sadar sekarang juga.
“hey ! apa yang kau lakukan” aku langsung membalikan badanku.
“kau gugup!” Kevin tertawa dan meneruskan pekerjaannya, cuci piring.
“apa itu menyenangkan?” aku berbalik lagi dan mencuci tanganku.
“emm…” Kevin mengangguk dan tersenyum. “tentu”
“tentu?” aku menyipratkan air dari tanganku yang basah “hey !”
“kenapa?” Kevin memandangku.
“ cuci semunya sendiri” aku pergi meninggalkan dapur.
Ahhh… menyebalkan !
Setelah pamit pulang ke tante Lid dan om Danu, sekarang aku sudah sampai di depan rumahku, aku nggak langsung masuk kedalam rumah. Aku duduk di teras rumah sambil memperhatikan bintang yang terpajang dilangit. Matanya… uhhhh pikiranku terus berjalan disekitar situ.
“kenapa suka banget ngelihat bintang?” Albar datang menghampiriku.
“pertanyaan itu?” aku ingat saat Kevin datang menemaniku melihat bintang di villa malam itu.
“apa?” Tanya Albar yang terlihat bingung dengan ucapanku.
“eh… nggak, kamu mau apa keluar?”
“ngajak kamu masuk lha”
“terus?”
Albar duduk disebelahku “aku udah putus sama Novita?”
Apa? benarkah-benarkah-benarkah? Wah ini jadi semakin menarik! Sesaat aku mulai melupakan masalah Kevin.
“kenapa?”
“dia pacaran sama orang lain” dia menundukan kepalanya.
“anggap aja itu balasan dariku” aku merasa kasihan juga sama dia.
“mmm… maaf yah”
“nggak apa-apa?”
“Kinar, aku mau kamu bersikap baik sama ibuku”
“oke. Aku coba”
“aku seneng banget dengernya”
*11*
Sekarang udah satu minggu aku tinggal dirumah ini, tentunya dengan keluarga yang baru. Sejak malam itu, kita sering jalan bareng dan setiap di rumah kita akrab layaknya kakak-adik. Tapi, kedekatan itu nggak aku anggap sebatas kakak-adik, aku dekat karna aku masih suka sama dia. Sekarang, akhirnya Albar mulai lupain Novita, yah… meskipun masih banyak yang belum dia lupakan.
Hari ini, katanya Kevin mau kerumahku. Pertemuan terakhir yang bikin deg-deg-deg dirumahnya itu, bikin aku ingat terus sama dia, jadi pengen ketemu karna lumayan kangen sama dia.
“Nar” Albar menghampiriku, yang sibuk nunggu Kevin di depan rumah.
“ada apa?”
“kamu rapih banget, mau pergi kemana?”
“kamu pernah ketemu Kevin, kan?”
“ohh… Jadi mau jalan sama dia”
“rencananya sih gitu, tapi udah tiga puluh Sembilan menit, dia nggak dateng-dateng”
“telepon aja”
“nggak di angkat, semua sms ku juga nggak di bales”
“mungkin dia nggak akan datang”
Kecewa deh ! udah dandan cantik-cantik ternyata dia emang nggak dateng. Tapi buat apa aku ngelakuin semua ini?
Jalan sama aku aja, kebetulan aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“kenapa nggak disini aja?”
“udah ayo!”
Apa boleh buat? Jadinya aku malah jalan sama Albar. Tapi ada bagusnya juga. Sekarang dia ngajak aku makan. Ok, akhirnya kita ke salah satu rumah makan. Tapi di sini juga aku liat Kevin. Jadi aku nunggu dia lama-lama, dia malah asyik ngedate sama ceweknya itu, Viana. Uh… Harusnya dia bilang kalo dia nggak akan datang. Aku cuma bisa merhatiin mereka dari jauh. Ehh… Kevin megang sesuatu, aku terus-terus-terus berusaha liat benda apa yang di pegang Kevin. OMG ! itu kalung yang gantungannya bintang, Kevin… Ngasihin kalung itu ke Viana, mereka terus tertawa bahagia. Ihh… boro-boro makan makanan yang udah di sediain, sekarang hati aku udah kenyang banget dengan semua perasaan kesel sama Kevin. Tapi, kenapa harus kesel? Dia hanya sahabat, bukan orang yang aku cintai. Orang yang ku cintai ?  nggak mungkin deh!
“Nar” suara Albar bikin semua pikiranku kabur.
“eh… Iya. Mmm tadi kamu bilang mau ngomong, ada apa?”
“aku… sebenernya cuma mau tanya aja”
“apa?”
“emm… kamu masih suka nggak sama aku?”
Ohh… jadi dia mau nembak aku?, pikirku.
“kenapa?”
“aku jadi suka sama kamu, aku mulai suka sama kamu. Kamu udah bantu aku lupa sama Novita”
Apa? wah mendengarnya berkata seperti itu, memang membuatku senang. Tapi…
“kamu mau nggak jadi pacar aku” kata Albar meneruskan perkataannya.
Ini semua yang aku harapkan, dia udah ngajakin aku pacaran, jadi aku nggak mungkin nolak. Tapi secara nggak sadar muka Kevin tiba-tiba muncul di pikiranku.
“gimana?” Albar mengulangi pertanyaannya.
“ehh… Emm kayaknya aku butuh waktu deh” perkataan itu keluar gitu aja.
Yah, nggak ada salahnya juga ngomong gitu. Secara, kan dia pernah menjadikan ku mainan. Hanya orang bodoh yang langsung bilang “iya” waktu cowok yang pernah menolaknya tiba-tiba menyatakan perasaannya. Dan sekarang dia udah jadi kakak ku, meskipun bukan kakak kandung.
Sekarang udah jam Sembilan malam, aku lagi tiduran di kamarku sambil membaca buku. Tapi nggak ada satupun yang ku mengerti tentang semua kata yang ku baca. Pikiranku masih melayang-layang tentang Kevin.
Dia keterlaluan. Mana boleh, jalan sama orang lain setelah janji mau ketemu sama aku.
Apa kevin beneran sayang sama cewek itu?
Dia pasti udah lupa sama aku.
Heuuhh… Semua pikiranku terus membuatku bingung. Tiba-tiba ponsel ku bunyi. Panggilan masuk dari Kevin?
“maaf yah, tadi aku nggak dateng”
“nggak di maafin”
“tadi ak-“
“kamu bilang nggak sibuk pacaran, tapi setiap saat kamu berdua terus sama dia, aku nunggu lama dan pengen ketemu sama kamu, tapi kamu malah berduaan sama dia” aku memotong pembicaraannya yang belum selesai.
“kenapa?”
“apa?”
“kenapa kamu pengen ketemu sama aku?”
“karna…” aku kangen sama kamu KEVIN ! aku harus ngomong apa? nggak mungkin kalo aku bilang yang sebenarnya. “mmm, banyak yang mau aku certain”
“cuma itu?”
“memang, harusnya apa lagi”
“kamu harus maafin aku yah, sebagai gantinya aku kasih kamu tiga permintaan. Apapun, aku pasti lakuin”
“bener yah, apapun”
“yah, apapun”
“ok, kalo gitu sekarang juga, kamu harus ada di depan rumahku”
“sekarang aku memang berada di depan rumahmu”
Apa? yang benar saja? Aku langsung berlari keluar rumah untuk memastikan. Ternyata, Kevin memang sedang berdiri di depan rumahku.
“permintaan mu, tinggal 2” Kevin tersenyum
“aku minta… kalung” yang ada di pikiranku saat ini hanya kalung yang Kevin kasih ke Viana tadi siang.
Kevin memegang tanganku, dan meletakan kalung ditelapak tanganku.
“kalung bintang? ini… punya Viana, kan”
“jadi kamu liat aku tadi siang?”
“ambil kembali” aku mengembalikan kalungnya ke Kevin “aku mau kalung yang baru. Ini pasti kalung bekas karna kamu di tolak sama Viana”
“jadi menurut kamu, aku nembak Viana pake kalung ini tapi Viana nolak, makanya aku ngasih kalung ini ke kamu?”
“ semua itu benarkan?’
“terus gimana kamu sama Albar?”
“sekarang, dia… suka sama aku dan aku juga masih suka sama dia. Jadi kita pacaran” lagi-lagi aku nggak bisa mengendalikan perasaanku, kenapa aku malah berbohong?
 “benarkah?”
“a…apa mungkin aku berbohong. Bukankah kamu bilang dia juga cintaku yang selanjutnya”
Tiba-tiba aja Kevin memasangkan kalung itu keleherku “selamat”
Kevin memakai helm dan mulai menghidupkan motornya “permintaanmu, masih tersisa satu lagi”
Kevin pergi, dan aku terus melihatnya hingga dia menghilang di ujung jalan yang ku lihat.
“bukankah, ku bilang aku mau kalung yang baru? Kenapa malah memakaikannya di leherku?” aku berkata pada diriku sendiri.
“itu artinya, dia suka sama kamu” Albar tiba-tiba muncul.
“kam… ehh kamu ngapain disini?”
“jadi akhirnya kamu bener-bener lupain aku” Albar merangkul bahuku.
“apa sih?”
“setelah aku jadi pengganti Kiki, sekarang Kevin yang gantiin aku”
“cintaku selanjutnya” kataku.
“apa?”
“eh… nggak, ayo masuk?”
“oke, adik-ku”
Ha… Ha… Ha… Kita tertawa bersama dan masuk kedalam rumah
*12*
Pulang sekolah nanti, aku mau ketemu sama Kevin dan mastiin, apa bener dia suka sama aku? Aku jadi nggak sabar ketemu dia, tapi sekarang masih jam delapan pagi. Hhuuu… masih lama banget ! berkali-kali aku terus nggak berhenti merhatiin jam dinding. Aku nggak focus, aku pengen cepet-cepet ketemu dia. Tapi, selama disekolah aku sadar saat ini aku wajib-musti-kudu merhatiin guru yang lagi ngajar di depan kelas.
Ok, sabar nanti juga ketemu. Sekarang KRONSENTRASI !
Akhirnya pulang juga. Sekarang aku langsung menuju rumah Kevin. Setiap langkah, aku berharap kalo dia memang suka sama aku. Kira-kira apa yang mau dia omongin yah? Mungkin I LOVE YOU, ah kata itu udah kuno. Sudahlha, apapun yang diucapkannya nanti, aku harap dia memang suka sama aku.
Kalung bintang yang semalem Kevin pakaikan di leherku, tiba-tiba aja jatuh. Perasaanku yang awalnya senang karna mau ketemu Kevin dan mastiin perasaannya, sekarang berubah jadi perasaan yang aneh.
Ada apa? apa yang terjadi?
Aku langsung mengambil kalungnya dan terus menggenggamnya di tanganku. Aku terus berlari secepat-cepatnya. Sampai akhirnya, aku berdiri di depan rumahnya, tapi sepi. Nggak ada siapapun, bahkan tante Lid yang selalu ada di rumah juga nggak ada.
Hmmm… aku terus menarik nafas panjang dan kembali kerumah. Kalo nggak bisa sekarang ketemu dia, berarti besok dan besoknya lagi. Aku langsung pulang kerumah. Tapi, di rumah ini juga sepi. Hanya ada aku sendiri. Terlalu sepi, jadi aku mengantuk. Aku tertidur dan HP-ku bunyi, aku malas mengangkatnya. Jadi aku terus menutup mata dan mulai tertidur.
“bangun udah maghrib” suara Albar membangunkanku.
“emm…” aku membuka mataku “dari mana? Tadi kenapa nggak langsung pulang”
“aku, papah, mamah nganterin Kevin sama ortunya ke bandara”
“ngapain?”
“Kevin, nerusin sekolah ke Amerika, orang tuanya ikut pindah kesana. Bukannya itu emang cita-cita dia?”
“APA?” aku kaget dan semua rasa ngantukku hilang
“kamu nggak tau? Padahal. Tadi katanya Kevin udah ngasih tau kamu lewat telepon”
Sekarang aku mulai ingat, kalau saat mulai tidur, HP-ku berbunyi terus. Aku langsung cek ponsel ku dan ternyata, 23 panggilan tak terjawab dan satu pesan yang belum terbaca. Semuanya dari Kevin.
“bodoh, kenapa tidak mengangkatnya?” aku langsung membuka pesan itu
“Sekarang aku akan menghilang untuk waktu yang lama. Jangan terlalu sering jatuh cinta. Kamu harus mencintai diri kamu sendiri dan mulai menyusun rencana masa depanmu. Jangan menungguku !”
“Kevin” aku terus menatap pesan itu “jahat, dia nggak boleh pergi gitu aja. Iya kan?”
“mungkin kamu butuh waktu buat sendirian” Albar pergi meninggalkan kamarku.
*13*
Malam ini aku sibuk mempersiapkan penampilanku untuk datang ke acara reuni sekolahku. Rambut panjang terurai, dress putih yang sederhana tapi menarik, sepatu hak yang menghiasi kakiku dan tentunya kalung bintang dari kevin yang menggantung di leherku, mengubah penampilanku menjadi sangat anggun.
10 tahun aku tidak bertemu teman-temanku, dan sekarang aku akan bertemu dengan mereka lagi. Selama 10 tahun terakhir dan sampai saat ini, aku benar-benar sibuk merubah hidupku. Kevin benar, aku harus mencintai diriku sendiri. Semuanya berjalan dengan lancar. Aku menjadi seorang guru matematika di salah satu SMA negri terfavorit di bandung. Hebat bukan? Aku yang tidak terlalu suka pelajaran matematika, sekarang malah jadi guru matematika. Di sekolahan aku jadi guru, tapi disisi lain aku punya toko baju + accessories, trus dua bulan yang lalu aku resmi ngebuka rumah makan. Yah, bisa dibayangkan betapa sulitnya merubah hidupku. Terus belajar dan belajar, dan saat ada cinta selanjutnya yang datang aku harus mengabaikannya. Tapi sekarang semuanya terbayar, karna aku berhasil mewujudkan cita-citaku.
Dan sampai sekarang Kevin, om Danu, dan tante Lid nggak pernah ngasih kabar apapun.
 “tok…tok…” seseorang mengetuk pintu kamarku “Nar, cepet udah siap belum?” ternyata Albar.
“iya” aku membuka pintu dan mulai melangkahkan kakiku keluar kamar.
“wah… kamu cantik banget” Albar terkagum-kagum melihat penampilanku.
“iya Nar, keliatan sangat cantik” kata Novita.
Pada akhirnya, Albar memang milik Novita. dua tahun lalu mereka resmi menikah dan sekarang Novita hamil delapan bulan, emmm satu bulan lagi aku resmi jadi tante [ha…ha…].
“harus dong, kan disana bisa ketemu Kiki?” ha…ha… aku penasaran, sekarang Kiki jadi apa? dia udah punya istri apa belum?
“masih mikirin dia?” Albar tertawa.
“nggak lha, cuma tiba-tiba aja inget”
“yang dipikirin Kinar itu cuma Kevin, nggak mungkin cowok lain” kata Novita.
“ihh… apa sih. Udah ayo pergi” kataku.
“yaudah ayo” jawab Albar.
 Malam ini orang-orang bawa pasangan mereka masing-masing, termasuk Albar yang ngajak Novita.
Sampai juga di tempat tujuan. Wah… Hampir semuanya bawa pasangan. Albar sama Novita langsung pergi nyari temen-temen mereka. Aku malah ditinggal sendiri. Irma, Dila, kira-kira mereka udah punya suami belum yah? Aku nggak sabar pengen ketemu mereka. Setelah lulus, aku nggak pernah ketemu mereka lagi, dan no ponsel mereka berdua juga selama ini nggak pernah aktif. Muter-muter nyari mereka, nggak satupun yang nongol didepan mataku, tapi aku juga ketemu sama teman-temanku yang lain. Rata-rata yang cewek udah menikah diusia 24 sampai 25 tahun. Sekarang usiaku 26 tahun, tapi pacarpun nggak punya.
Aku masih sibuk nyari mereka berdua, aku berjalan mundur dan nggak sengaja nabrak orang yang lagi berdiri dibelakangku.
“maaf” kataku sambil terus melihat wajahnya. “Kiki?” ternyata cowok ini Kiki.
“emmm iya? Tapi aku nggak terlalu inget siapa kamu” dia terus memperhatikanku.
“Kinar” aku tersenyum kearahnya dan langsung membalikan badanku. Kakiku mulai melangkah, tapi Kiki menarik tanganku.
“Kinar” kata Kiki.
“sekarang udah inget?” aku melepaskan tangannya yang sedang memegang tanganku.
Kita duduk di salah satu meja dan memulai pembicaraan kita. Sejak dulu, meskipun jadi pacarnya, aku nggak pernah sedekat ini. Mungkin karna dulu aku nggak secantik sekarang.
“maafin aku yah Nar”
“untuk kesalahan yang mana? Karna jadiin aku pelampiasan, atau karna setelah putus kamu menghilang tanpa kata maaf?”
“dua-duanya”
“aku udah maafin kamu kok”
“dulu aku belum bisa lupain Dinda, makanya aku nggak peduli sama kamu”
“yang udah yaudah aja, nggak usah dibahas”
“emmm maaf. Sekarang kamu kerja dimana?”
“di sekolahan aku jadi guru, tapi disisi lain aku punya toko baju + accessories, trus dua bulan yang lalu aku resmi ngebuka rumah makan”
“wah… kamu hebat Nar”
“tentu, harusnya kamu nyesel udah nyianyiain aku.”
 “kenapa dulu aku nggak milih kamu yah?”
“kalo sekarang, apa kamu memilihku?”
“sekarang aku suka sama kamu”
“benarkah?”
“iya Nar, kamu mau kan ngasih aku kesempatan kedua”
“kesempatan cuma datang satu kali?”
“tapi aku nggak akan nyakitin kamu lagi”
“aku tau, begitu melihatku kamu pasti langsung suka sama aku”
“kenapa?”
“nggak usah pura-pura bodoh! Kamu suka sama aku, karna sekarang aku cantikkan? Dulu aku biasa aja dan otakku pas-pasan. Untuk merubah ini semua membutuhkan proses yang sangat sulit. Jadi mana mungkin aku ngasih kamu kesempatan”
“jadi kamu masih marah sama aku?”
“aku nggak pernah marah sama kamu, tapi aku nggak mau jadi pacar kamu lagi”
“sekarang aku serius Nar”
“meskipun dua-rius, aku tetep nggak mau”
“tapi, kenapa?”
“aku terlalu cantik untukmu, terlalu pintar untukmu, dan yang terpenting aku, sangat berharga. Mana mungkin aku yang sekarang mau jadi pacar kamu?” aku berdiri dan mulai melangkahkan kakiku.
Sepertinya, perkataanku tadi terlalu sombong. Tapi mau gimana lagi, yang penting sekarang dia bisa ngehargain orang dan nggak nyakitin perasaan cewek lagi. Saat berjalan beberapa langkah dari meja yang tadi, Irma dan Dila,memanggilku dan menghentikan langkahku.
“Kinar” Irma dan Dila kompak memanggil namaku, lalu mereka langsung memelukku.
“keren juga kamu” kata Irma.
“kalian liat aku ngombrol sama Kiki?”
“bukan cuma liat, kita juga nguping” kata Dila.
Ha…ha…ha… kita semua tertawa melepas rasa kangen selama ini dan menceritakan kejadian yang dialami selama ini. Irma menikah sama pacarnya Ghio satu bulan lalu, pengantin baru. Kalau Dila satu tahun lalu dia menikah, dia lagi sibuk ngurus anak pertamanya yang masih satu tahun. Mereka semua pasti bahagia banget. Kehidupan mereka pasti banyak berubah. Aku juga sama, aku menikmati perubahanku dan bahagia dengan kehidupanku yang sekarang.
“kamu gimana Nar?” kata Dila
“gimana apanya?” kataku
“Kevin, udah tunangan atau udah nikah sama dia?” Tanya Irma.
“satu kali jadi pacarnyapun nggak pernah?” jawabku.
“apa” mereka berdua serempak mengatakannya.
“jadi, kalian ngira aku jadian sama Kevin?”
 “emmm… eh ngomong-ngomong, aku kangen sama kamu Nar?” kata Irma.
“aku apa lagi” Dila menambahkan.
Acara reuni udah beres, setelah sambutan dari banyak orang, acara makan malam, sampai akhirnya sekarang tinggal pulang. Aku nyuruh Albar sama Novita duluan pulang. Aku juga sengaja nggak naik taxi sampai depan rumah, soalnya malam ini aku mau jalan-jalan sendirian sambil liat bintang-bintang.
Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, huuu…. Masih perlu beberapa langkah lagi untuk sampai di rumah. Emmm perasaan ku jadi nggak enak. Jalannya sepi banget, wajar aja, ini udah jam sepuluh malem. Rasanya pengen liat ke belakang, dari tadi kayak ada yang ngikutin. Deg… Deg… Deg… Aku merasa takut, makanya aku terus mempercepat langkahku. Aku terus berjalan, cepat-lebih cepat-lari dan “tlek” suara hak sepatuku yang patah.
“aww…” ahhh sakit, aku jatuh dan kakiku terkilir.
“sakit?” tiba-tiba seorang laki-laki mendekatiku dan melepaskan sepatuku, dia mulai memijat kakiku yang terkilir.
“a…awww” aku menutup mataku.
“sudah, cepat buka mata”
“makasih” aku mengambil sepatuku dan mencoba untuk berdiri, tapi kakiku masih sakit. Aku hampir terjatuh, untungnya laki-laki itu menahan tubuhku. Wajah kita sengat dekat, kita saling bertatapan dan aku ingat mata itu.
“Kevin? Ka…kamu kevin kan?”
“emm” dia mengangguk dan tersenyum.
“keterlaluan” aku mendorongnya “kamu pergi sebelas tahun tanpa ngasih kabar apapun” aku menahan air mataku.
“aku mengirim mu pesan kan,ku bilang  jangan menungguku”
“mana mung-“
Kevin memelukku dengan sangat erat. Seperti biasa tubuhku terasa kaku. “cepat katakan, kalau selama ini kamu merindukank u dan selalu memikirkan ku”
“kenapa aku harus ngomong gitu?” aku masih berada dalam pelukannya.
“karna aku ingin mendengarnya”
“sekarang, antar aku kerumah dulu”
Kevin melepaskan pelukannya dan dia langsung berjongkok “cepat naik”
“aku nggak mau!”
“kamu nggak mungkin jalan. Cepat naik!”
“tapi… emmm oke” akhirnya Kevin menggendongku.
“kamu jadi guru?” sambil menggendongku, Kevin bertanya.
 “ya, karna setelah sukses mencintai diri sendiri dan belajar agar menjadi pintar, aku ingin apa yang ku lakukan bisa terus berguna, bukan hanya untukku tapi untuk orang lain juga. Akhirnya aku putuskan untuk menjadi seorang guru.”
“jadi, kamu banyak berubah?”
“tentu saja, masa depanku masih belum berakhir, jadi setiap harinya aku akan terus berubah untuk lebih baik.”
“tapi ada banyak hal yang tidak berubah dari mu”
“emm… apa itu?”
“pertanyaanku selalu singkat, tapi jawabanmu selalu panjang” jawab Kevin sambil tertawa perlahan.
“ih… menyebalkan”
“sampai” perlahan-lahan Kevin menurunkanku.
“emm, aku tidak mau berterimakasih”
“aku juga tidak mengharapkannya”
“Kevin!” aku berteriak kesal padanya.
“langsung mandi setelah itu tidur”
“kamu mau langsung pulang”
“ini udah malem banget”
“oh… yaudah aku masuk dulu”
“besok aku kesini jam tiga sore”
“lho, ngapain?”
“kita berkencan secara resmi. Cepat masuk ! Aku pulang” Kevin membalikan badannya dan mulai melangkah pergi.
“aku merindukan mu” perkataanku menghentikan langkah Kevin “selama ini aku hanya memikirkan mu”
Kevin membalikan tubuhnya dan menatap mataku dari kejauhan. “aku tau” dia tersenyum dan melanjutkan langkah kakinya.
Ihhh… kukira dia akan berlari dan memelukku. Dia masih sedingin dulu.
*14*
        Berkencan secara resmi? Emmm aku nggak sabar ketemu Kevin. Aku menghabiskan waktu untuk derdandan, dan memilih baju yang cocok untukku. Tepat jam tiga sore, aku cepat-cepat merapihkan diri dan membuka puntu untuk keluar.
Kita berdua berkencan. Aku masih tidak percaya ini, kupikir mungkin saja ini hanya mimpi. Tapi ini nyata, Kevin kembali dan mengajak ku berkencan. Kita menghabiskan waktu berjalan-jalan ke tempat hiburan yang ada di bandung, kita berdua menaiki beberapa permainan disana. Ini hari yang sangat menyenangkan. Setelah puas bermain-main, kita makan malam di salah satu rumah makan, padahal aku sendiri punya rumah makan tapi malah makan di rumah makan milik orang lain.
“aku masih punya permintaan, kamu janji mau ngasih tiga permintaanka?, baru dua yang udah dipenuhi, kamu ngilang gitu aja”
 “ahh… Yah, kalau gitu cepat katakan apa permintaanmu”
“kamu harus bilang…” aku meminum jus yang ada di atas meja ku “kalau kamu mau jadi pacarku”
“ha…ha…” Kevin tertawa lepas “bilang aja kalo kamu mau jadi pacar aku”
“yasudah kalo nggak mau, aku juga nggak mau ketemu kamu lagi”
“aku nggak mau kamu jadi pacar ku” Kevin memegang tanganku dengan erat.
“lalu untuk apa kamu memegang tanganku? Cepat lepaskan !”
“aku kembali untuk mengucapkan selamat tinggal, Nar” Kevin berhenti menggengam tanganku.
“terus kapan mau balik lagi? Nggak apa-apa, aku akan menunggumu kok”
“bodoh!” kevin mengetuk kepalaku.
“aa… aw...”
“Bukankah dari awal aku menyuruhmu untuk tidak menungguku?” kata Kevin.
“tap-“
“kali ini aku pergi dan nggak bakalan balik lagi. Jadi tidak usah menungguku” Kevin beranjak dari tempat duduknya, menarik nafas dan meneruskan ucapannya “Kevin mencintai Kinar”
Saat ini aku tidak bisa mengucapkan apapun, aku hanya terdiam untuk menutupi perasaanku yang tercampur aduk. Sampai Kevin benar-benar menghilang dari pandanganku, aku terus terdiam.


Epilog :
Cinta akan selalu hadir menghiasi hidup ini. Setelah cinta pertama, maka akan datang cinta yang kedua, lalu cinta ketiga, dan cinta-cinta selanjutnya. Tapi, cinta sejati adalah cinta terakhir yang kita miliki. Karna itu, jika kita kehilangannya, akan sulit menemukannya lagi. Tapi yang terpenting dari cinta adalah, berusaha mencintai diri sendiri. Setelah mencintai diri sendiri, barulha kita layak mencintai orang lain.
Kevin benar, dia memang akan pernah kembali lagi. Satu minggu setelah pertemuan terakhirku itu, dia meninggal. Ayahku bilang, sebenarnya selama ini dia mengidap kanker otak.
Sampai akhirpun, aku dan Kevin nggak pernah pacaran. Kita hanya berteman dari awal cerita hingga habis episodenya kita tetep nggak jadian. Tapi meskipun kita nggak pacaran, hubungan kita lebih dekat dari sepasang kekasih. Kisah ini yang dia bawa sampai akhir kehidupannya, karena itu kisah ini tak akan pernah kulupakan.
Kisahku ini belum selesai, tapi aku harap cintaku akan selesai sampai disini. Karna aku tidak akan menghabiskan waktuku untuk cinta. Bagiku, bukan cinta yang lebih banyak menghiasi hidup, tapi mimpi dan usaha.
Aku yakin, Ibu dan Kevin, akan bahagia melihatku di balik langit. Bentukan awan adalah senyuman mereka, dan hujan adalah nasehat mereka, lalu pelangi adalah harapan yang mereka titipkan padaku.

2 komentar: